Mohon tunggu...
Walkhot Silalahi
Walkhot Silalahi Mohon Tunggu... Guru - Mencerdaskan generasi penerus bangsa

Menuangkan ide dalam bentuk cerpen juga dalam artikel dalam hal pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kenang Saya_ng

29 April 2024   20:47 Diperbarui: 29 April 2024   20:53 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Artinya begini Bunda. Su biasa Bunda. Yang penting keluar dari katong pung kuan dulu bajalan sambil bacarita supaya ada kenangan. Sonde salah kalau katong omong Kenang Saya-ng" Jawab Ariani peserta monolog. 

"Hahaha... mari nikmati perjalanan hari ini susah senang, kenang sayang." Menguatkan semangat mereka. "Untuk kata sayang dipenggal dengan saya panjang dan diakhiri ng. Kita buat kenang saya-ng terindah di 2024. 

Sopir memberi isyarat dengan membunyikan bel panjang pertanda mobil berangkat. Mobil pickup yang memuat anak-anak peserta lomba dan juga yang memuat barang-barang untuk dipamerkan, dan yang akan dikenakan di saat lomba berjalan beriringan. Sopir-sopir handal bukan sopir abal-abal yang masuk wilayah ini. Harus sopir yang siap banting dan pintar mengatur strategi juga pintar membaca situasi karena salah baca yang korban nyawa pasti ada. 

Matahari sudah menunjukkan terangnya setelah berkendara tiga puluh menit masuk sungai pertama, sungai ke dua dan tak tahu ada berapa sungai yang harus dilewati. Tiba di jembatan yang putus maka mobil harus mandi lagi dan anak-anak juga sopir diam menenangkan diri takut dicegat buaya. Ketakutan hilang dan sekarang anak-anak harus turun dari pickup karena tak sanggup mendaki. Sopir turun dan mengambil tali dari belakang joknya, kemudian Ka Kobus mengikat tali di mobil mulailah tarik tambang pertama dengan anak-anak dan kami guru-guru pendamping."Satu... dua... tiga.. Maka tarik" Ka Kobus menjelaskan setelah dia masuk kembali di mobil.  "Satu... dua... tiga.." teriak Ka Kobus. Anak-anak menyahut dengan, "Naik... naik... naik" pickup satu sudah naik dan pickup berikutnya terus sampai pickup ke sepuluh naik kemudian anak-anak berlarian menuju pickup masing-masing. "Memang patut di kenang perjalanan ini." Hati kecilku bergumam. Kupandangi wajah anak-anakku yang mana mereka belum tampil di panggung namun mereka sudah bergumul untuk melewati jalanan yang asik penuh dengan debu. "Kenapa menatap kami seolah-olah ada rasa kasihan terpancar dari kerut dahi, Bunda?" Pertanyaan ini mengekspresikan wajahku sesungguhnya. 

"Itulah Aku." Sahutku singkat. Memang hati tak bisa bersembunyi dari rasa kasihan dari kenyataan hidup yang harus dihadapi anak-anakku. Jauh dan sangat jauh dari keramaian kota juga dari hilir mudiknya kendaraan, dan kalaupun ada keramaian itu pasti disaat pesta, duka, dan di pasar. Wilayah kerjaku masuk kategori terluar, terbelakang dan terpencil. Hanya orang-orang yang berjiwa pelayan, rendah hati dan peduli dengan masa depan bangsa  yang sanggup datang menjadi pelayan ilmu di wilayah. 

"Bunda kita makan dimana karena biasanya beta makan pukul 6:30 sedangkan sekarang su mau pukul 08:30 ni?" Andri bertanya. 

"Semua kalian bawa bekal pagi?" Aku bertanya balik kepada semua yang satu pickup denganku. Sementara jari-jariku tanpa dikomando mengirimkan pesan yang sama ke rekan guru yang ada di pickup lainnya. 

"Ada gula-gula sa, Bunda." Jawab salah seorang muridku. 

"Ketupat tanpa lauk, Bunda." suara Putri.

"Nanti jika sudah lewat di sungai terakhir katong beristirahat ko makan." Jawaban dari kawan guru melalui WA. 

"Kurang lebih dua puluh menit lagi katong istirahat untuk makan karena sonde mungkin katong makan di jalan yang penuh debu." Sahutku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun