Dalam bab ini menjelaskan tentang bagaimana proses pencatatan perkawinan dalam hukum Islam di Indonesia. Selanjutnya menjelaskan tentang nikah sirri dalm konteks terminology ke Indonesiaan. Sebagai Masyarakat yang taat akan hukum mestinya mematuhi segala ketentuan yang telah dibuat oleh Lembaga hukum negara, salah satunya mencatat suatu pernikahan. Jika suatu pernikahan dicatat maka akan terjamin dan diakui secara hukum. Jika terjadi suatu tindakan melawan hukum tentang pernikahan maka negara akan turut bertanggung jawab. Sebaliknya, jika suatu pernikahan tidak dicatat maka tidak mempunyai kekuatan hukum jika terjadi suatu tindakan melawan hukum maka negara tidak akan bertanggung jawab atas masalah tersebut. Pembahasa selanjutnya yaitu mengenai hukum pencatatan perkawinan di Indonesia, sebagaimana mestinya telah diatur oleh undang-undang,
BAB X: PENERAPAN HUKUM POLIGAMI DI INDONESIA DALAM KONTEKS UNDANG-UNDANG
Dalam bab ini menjalskan tentang procedure poligami dalam undang-undang dan peraturan pemerintah. Tidak semua pengajuan poligami disetujui, harus diproses di depan hukum tentang kesiapannya. Selanjutnya menjelaskan tentang tinjauan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam mengatur procedure poligami. Selain itu juga menjelaskan poligami bagi PNS (Pegawai Negri Sipil), serta hukuman poligami PNS (Pegawai Negri Sipil) yang tidak meminta izin. Ada beberapa perbedaan ketentuan berpoligami bagi para PNS. Tidak seperti masyarakat pada umumnya, PNS dalam berpoligami harus seizin pihak yang berwenang. Karena telah ditetapkan dalam undang-undang.
BAB XI: PENEMUAN HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA
Dalam bab ini terbagi menjadi dua pembahasan, yang pertama tentang perjanjian perkawinan dan harta Bersama. Pada pembahasan pertama berisi tentang perjanjian perkawinan, bagian ini menjelaskan bahwa perjanjian perkawinan merupakan kesepakatan antara kedua belah pihak sebelum menikah yang mengatur masalah tertentu seperti harta kekayaan, hak waris, atau tanggung jawab finansial. Selanjutnya membahas tentang harta bersama dalam tunjauan hukum positif, sub-bagian ini membahas konsep harta bersama menurut hukum positif, yaitu bagaimana harta yang diperoleh selama perkawinan diatur dan dibagi dalam konteks hukum yang berlaku. Selanjutnya tentang harta bersama dalam perspektif hukum Islam, bagian ini mengulas pandangan harta bersama dari sudut pandang hukum Islam, yang mungkin berbeda dengan perspektif hukum positif dalam mengatur harta perkawinan.
Bab selanjutnya membahas tentang nasab dan status anak dalam hukum perkawinan di Indonesia. Terbagi menjadi dua sub-bab yang pertama tentang definisi nasab, bagian ini menjelaskan pengertian nasab, yaitu garis keturunan atau hubungan kekerabatan yang menentukan status seseorang dalam masyarakat atau hukum. Selanjutnya membahas tentang macam-macam status anak, sub-bagian ini membahas berbagai macam status anak yang dapat terjadi dalam konteks hukum perkawinan di Indonesia, termasuk anak sah, anak di luar nikah, atau anak adopsi, beserta implikasi hukumnya.
BAB XII: KONSEP HADHANAH
Penjelasan pertama pada bab ini adalah tentang pengertian hadhanah dalam perspektif hukum Islam, hadhanah dalam hukum Islam merujuk pada kewenangan atau hak yang diberikan kepada seorang wali untuk mengasuh dan mendidik anak-anak yang belum baligh. Ini merupakan bagian penting dari sistem hukum Islam yang mengatur masalah keluarga dan perawatan anak. Selanjutnya membahas tentang dasar hukum hadhanah dalam Islam, dasar hukum hadhanah dalam Islam dapat ditemukan dalam prinsip-prinsip hukum Islam yang melibatkan perawatan anak-anak dan tanggung jawab keluarga. Penjelasan selanjutnya mengenai hak dan batas waktu hadhanah dalam hukum Islam, hadhanah memberikan hak kepada wali untuk mengasuh anak-anak sampai mereka mencapai usia baligh, dengan batas waktu yang jelas sesuai dengan hukum Islam. Penjelasan selanjutnya mengenai syarat-syarat bagi yang melakukan hadhanah dalam hukum Islam, pelaksanaan hadhanah dalam hukum Islam harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang diatur dalam hukum Islam. Kemudian membahas tentang batas waktu hak hadhanah dalam hukum Islam, terdapat batas waktu yang ditetapkan dalam hukum Islam untuk memberikan hak hadhanah kepada wali yang sesuai dengan perkembangan anak.
Penjelasan selanjutnya mengenai hadhanah bagi pasangan yang murtad dalam kajian hukum Islam, studi tentang pemberlakuan hadhanah bagi pasangan yang murtad dalam konteks hukum Islam menggali implikasi hukum terhadap situasi ini. Selanjutnya membahas tentang pengasuhan anak buangan dalam hukum Islam, hukum Islam mengatur proses pengasuhan anak buangan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan. Bab selanjutnya membahas tentang hadhanah menurut Undang-Undang perkawinan, UU Perkawinan memberikan panduan dan regulasi terkait hadhanah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku di negara tersebut. Selanjutnya membahas tentang hadhanah menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia, Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia menetapkan peraturan dan panduan terkait hadhanah sesuai dengan ajaran Islam yang berlaku di Indonesia. Terakhir membahas tentang problematika hukum hadhanah bagi pasangan yang murtad dalam konteks Undang-Undang Perkawinan, masalah hukum terkait hadhanah bagi pasangan yang murtad dalam konteks undang-undang perkawinan membahas situasi dan fakta yang muncul dalam kehidupan nyata serta implikasinya terhadap hukum perkawinan.
BAB XIII: KONSEP PERCERAIAN DALAM KONTEKS HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
Dalam bab ini berisi tentang cerai thalak dalam pandangan hukum Islam, cerai thalak adalah proses perceraian yang diatur dalam hukum Islam. Pandangan hukum Islam terhadap cerai thalak mencakup aspek hukum dan prosedur yang harus diikuti dalam proses tersebut. Selanjutnya menjelaskan tentang macam-macam thalak/cerai dalam hukum Islam, terdapat berbagai macam thalak atau jenis cerai yang diakui dalam hukum Islam, yang dapat berbeda-beda tergantung pada kondisi dan keadaan yang ada. Kemudian membahas tentang rukum dan syarat thalak dalam hukum Islam, hukum Islam menetapkan rukun dan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar cerai thalak dianggap sah dan diakui secara hukum. Selanjutnya membahas tentang waktu menjatuhkan thalak dalam hukum Islam, hukum Islam juga mengatur waktu yang tepat untuk menjatuhkan thalak, serta prosedur yang harus diikuti dalam melaksanakan proses tersebut. Lalu membahas tentang alasan-alasan permohonan cerai thalak dalam hukum positif (Undang-undang Perkawinan dan KHI), dalam hukum positif, seperti undang-undang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), terdapat penjelasan mengenai alasan-alasan yang dapat menjadi dasar permohonan cerai thalak.