Pemuda kembar dan si cebol itu baru tahu posisi lawannya jika telah terdengar jerit menyayat salah seorang kawannya yang menjadi korban. Maka ketiganya buru-buru melompat kearah suara jeritan itu.
Betapa kecewanya ketiga pembantu Demalung setelah tiba diarena pembantaian kawannya. Mereka selalu terlambat melihat lawan yang dicarinya.
Demikianlah peristiwa seperti itu berulang kali terjadi, hingga membuat ketiga pembantu setia Demalung merasa amat jengkel. Ketiganya tak mampu memburu musuhnya yang hanya seorang perempuan itu diarena pertempuran yang tak begitu luasÂ
Sementara Demalung telah sampai di arena pertempuran pemimpin gerombolan pendatang baru di hutan Bonggan. Lawannya seorang pemuda bercambuk yang sangat perkasa. Sekali meledak cambuk di tangan pemuda itu selalu menjatuhkan korban, jika bukan anggota gerombolan baru itu juga anggota gerombolannya.
Demalung mengedarkan pandangannya ke sekeliling lingkaran pertempuran itu. Ternyata di sana terjadi pertempuran segitiga. Bukan pengawal saja yang menjadi musuh bersama, namun antar anggota dua gerombolan juga bertempur dengan serunya.
"Gila. Orang-orang bodoh." Maki Demalung.
"Anjing kerdil. Lepaskan lawanmu !!!" Teriak Demalung.
"Jangan menghinaku Demalung. Ia pasti tewas ditanganku." Teriak Ajak Wana dengan kerasnya.
"Kau tak mampu melawannya. Cambuknya mengingatkan aku kepada pendekar besar Medang Kamulan. Ia pasti murid Ki Kidang Gumelar yang telah membunuh guruku. Minggirlah, aku akan membalaskan dendam guruku." Kata Demalung.
"Bukankah yang membunuh gurumu adalah gurunya. Mengapa kau katakan balas dendam ?" Jawab Ajak Wana.
"Persetan kau. Minggir !!!" Teriak Demalung.