"Benar. Ikutlah aku. Daripada kelayapan pergi bersama pemuda itu. Hidupmu akan lebih bahagia." Â Kata pemuda yang mencoel bokongnya sambil menoleh kearah senopati Naga Wulung.
"Benarkan begitu kisanak ?" Kata pemuda itu diarahkan  kepada senopati.
"Terserah juraganku saja tuan." Jawab senopati pura-pura takut.
"Oh. Ini bukan istrimu toh. Kebetulan jika begitu. Tak perlu aku memenggal kepalamu agar gadis ini bisa aku bawa pergi." Kata pemuda itu.
"Tapi dia bawa pedang tuan." Jawab senopati.
"Aku tak takut pendekar sakti manapun. Apalagi hanya perempuan." Jawab pemuda itu.
"Tapi jangan ribut diatas rakit tuan. Jika rakit ini terbalik, kasihan penumpang yang lain. Tuan dan mereka bisa  hanyut terbawa arus sungai." Jawab senopati.
"Diam kau, memangnya aku bodoh." Kata pemuda itu.
"Maaf tuan. Aku hanya mengingatkan." Jawab senopati.
Sekar Arum melirik kearah senopati, matanya memancar tajam, pertanda hati gadis itu kesal. Â Namun kata Naga Wulung itu sekaligus peringatan baginya, untuk tidak bertindak sekarang terhadap empat pemuda itu.
Mata gadis itu beredar berkeliling. Ia menangkap reaksi kecemasan di wajah-wajah para penumpang. Tentu mereka takut jika terjadi keributan di atas rakit yang tengah mereka tumpangi bersama.