Mohon tunggu...
Wahyudi Nugroho
Wahyudi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Mantan MC Jawa. Cita-cita ingin jadi penulis

Saya suka menulis, dengarkan gending Jawa, sambil ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bab 43. Selempang Janur Kuning

5 Agustus 2024   13:40 Diperbarui: 14 Agustus 2024   21:04 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Permusyawaratan antar pimpinan gerombolan hitam yang hendak menyerbu kademangan Maja Dhuwur hari itu berhasil memutuskan kapan mereka menyerbu lagi kademangan yang kaya raya itu. Mereka harus melengkapi peralatan perang yang memadai, karena perlengkapan perang yang ada terbukti masih kurang cukup untuk menggempur pasukan musuh.

Jika perlengkapan yang mereka butuhkan sudah mencukupi dalam tiga hari, esoknya mereka akan terjun ke medan perang lagi. Mereka bertekad membalas kematian teman-temannya.  

Mereka membutuhkan tameng, untuk melindungi tubuh dari tajamnya ujung anak panah, yang bisa melesat cepat di udara dari jarak yang jauh. Juga dapat digunakan saat pertempuran jarak dekat, menahan serangan pedang atau tombak lawan.

Sebenarnya tak pernah mereka menggunakan alat itu selama melakukan kekerasan. Cukup mereka menggunakan pedang untuk melakukan perampokan atau pembegalan.  Mereka pikir tameng hanya akan merepotkan saja mereka bergerak.

Kini dipaksa oleh keadaan dan pengalaman mereka harus melengkapi dirinya dengan benda itu. Namun mereka harus membuatnya terlebih dahulu.

Tetapi peralatan untuk membuatnya tak ada, yang mereka bawa hanya senjata untuk bertempur. Bahan untuk tameng kayu pengadaannya sulit, mereka harus menebang pohon dulu, dan itu membuat mereka umumnya segan. Butuh waktu lama untuk mengerjakannya.

Meski sepanjang hidup, waktu mereka sebagian besar digunakan untuk melakukan kekerasan, merampok dan membegal, namun pengalaman bertempur dalam perang sedikit sekali.  Tak pernah mereka memikirkan tentang  perlengkapan, seperti halnya tameng. Apalagi berpikir tentang gelar dan siasat bagaimana menundukkan musuh dalam jumlah banyak. 

Sebagian mereka memang pernah terlibat dalam perang besar, saat mereka bergabung dengan pasukan Wura Wari, bersama dengan pasukan Sriwijaya, Wengker dan Campur Darat menggempur Kerajaan Medang Kamulan. Namun perang itu bukan perang gelar, tetapi perang brubuh yang tak beraturan.

Medang Kamulan saat itu sedang menyelenggarakan pesta besar. Pesta perkawinan putri raja dengan Erlangga, pangeran dari pulau Bali itu. Meski semua prajurit sudah melakukan persiapan demi menjaga keamanan negeri, namun suasana yang meriah penuh kebahagiaan itu mengurangi kewaspadaan mereka.  Banyak prajurit yang larut dalam kemeriahan.

Musuh memasuki kota raja dengan menyamar sebagai warga yang ingin ikut memeriahkan keramaian itu.  Berbagai senjata perang diselundupkan dengan bermacam cara. Saat keramaian perayaan pernikahan mencapai puncaknya mereka membuat  keonaran. Apa saja yang mereka temui mereka bakar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun