Terbukti situasi jeda itu berlangsung lama. Tak ada tanda-tanda mereka melakukan  gerakan lagi. Bahkan ketika pagi tiba, fajar mulai menyingsing di timur, gerombolan pasukan penyerbu itu justru balik badan dan berjalan pulang ke pesanggrahan mereka yang baru.
Pasukan Maja Dhuwur tiba-tiba bersorak gembira. Hati mereka yang sempat tercengkam oleh keadaan yang menegangkan saat menghadapi para penyerbu itu, kini cengkaman itu seperti terlepas begitu saja, melihat semua barisan lawan meninggalkan gelanggang. Semua bisa bernafas lega, tugas pertama mereka telah tertunaikan dengan baik.
Sambaya dan Kartika yang meminpin barisan panah pasukan remaja Maja Dhuwur bergerak maju ke depan barisan itu. Keduanya hampir bersamaan mengangkat tangan mereka, untuk menghentikan sorak sorai mereka. Dengan isyarat keduanya menjatuhkan perintah agar barisan kembali ke dusun induk kademangan Maja Dhuwur.
Demikian pula Jalak Seta. Ia perintahkan anak buahnya semua kembali ke kademangan.
Barulah prajurit yang bertugas menangani korban pertempuran bekerja. Mereka segera berjalan mendekati bekas arena pertempuran yang cukup singkat namun menegangkan itu. Meski pekerjaan demikian sudah sering mareka lakukan, namun begitu melihat banyaknya orang yang bergelimpangan di arena itu, tubuh-tubuh mereka malang melintang bahkan saling tindih satu dengan yang lain, membuat bulu kuduk mereka sempat merinding.
Segera mereka halau suasana hati yang mengganggu itu. Tanpa ragu-ragu mereka segera memilih dan memilah mana yang masih hidup dan yang sudah tewas. Â
Meski semuanya lawan, namun yang masih hidup segera mereka beri pertolongan. Jika ada yang merasa haus lekas-lekas mereka beri air minum. Kemudian satu persatu membawa mereka ke tempat perawatan yang telah disediakan.
Musuh yang sudah tewas mereka bawa ke pinggir hutan untuk dimakamkan. Meskipun tak ada satupun teman mereka yang memperhatikan orang-orang yang telah tewas itu, mereka tetap menyelenggarakan pemakaman dengan baik.
Demikianlah pertempuran di tanah sawah yang baru dipanen itu berakhir. Kesepian dan keheningan pagi datang kembali bersama sinar matahari yang ramah menyapa bumi.
Suara burung-burung gagak yang berebut berkaok di udara, yang berdatangan karena mencium bau darah tercecer di tanah, membuat suasana pagi itu terasa tintrim dan tambah ngelangut menyesakkan isi dada.
****