Karena serangan pertamanya gagal, gadis itu mengirim sebuah tendangan sabit kaki kirinya mengarah punggung lawannya. Seperti naga menyelam Sekar Sari menggerakkan kaki kanannya melingkar dengan kaki kiri sebagai poros untuk menghindar. Tangan kanannya menjulur ke atas sedang tangan kiri lurus ke bawah. Sikapnya persis seekor naga yang mengelak dari terjangan ombak di lautan luas.
Tak mau jadi sasaran serangan terus dari lawannya, Sekar Sari melihat pinggang lawannya terbuka. Dengan gesit cepat dan keras ia melompat maju, mengirim tendangan tumit kearah pinggang terbuka itu. Namun lawannyapun cukup waspada. Dengan ringannya ia melompat seperti burung kuntul menjauhi lawannya.
Demikianlah pertempuran keduanya semakin keras seru dan dahsyat. Lebih hebat dari pertarungan Kartika dan Sambaya. Gerak keduanya laksana burung elang yang bertarung di udara.
Semua penonton tercengang dan takjub menyaksikan pertarungan itu. Demikian pula Handaka dan Ki demang Sentika. Mereka kagum terhadap kecepatan gerak Sekar Sari, dalam latihan sehari-hari mereka sudah biasa menyaksikannya.Â
Namun kini keduanya juga dibikin takjub. Lawan Sekar Sari mampu melayang-layang terbang mengitari Sekar Sari, seolah tubuhnya tak berbobot seperti kapas terbawa angin pusaran.
Akhirnya Sekar Sari kehilangan kesabaran. Merasa dirinya tak mampu menundukkan lawannya dengan tangan kosong, iapun dengan cepat mencabut pedangnya. Tapi gadis berpakaian serba hitam itupun tak ingin dirinya celaka. Dengan cepat pula ia meraih sepasang pedang di punggungnya.
Namun pertarungan pedang itu akhirnya batal, karena sesosok bayangan tiba-tiba hadir menengahinya. Bayangan itu hadir seperti lawan Sekar Sari. Ia datang dari gelapnya malam. Â Tubuhnya melayang terbang dengan kepala penonton sebagai tumpuan lompatan kakinya. Setelah berjumpalitan di udara ia mendaratkan kakinya di panggung dengan ringannya.
"Berhenti kalian. Jangan kalian lanjutkan perkelahian." Kata lelaki itu, sambil kedua tangannya direntangkan.
"Minggir kau Sembada, jangan menghalangi aku menundukkan tamu tak dikenal ini."
"Cukup Sari. Kau tak tahu lawanmu. Arum buang capingmu dan buka cadarmu. Biar Sekar Sari melihatmu."
Tamu tak diundang itu melepas caping dan melontarkan benda itu terbang berputar ke arah penonton. Satu tangannya lagi meraih cadar dan menariknya.Â