Kekuatan yang telah di lambari Aji Garuda Sakti itu menyebabkan tombak Naga Kumala meluncur secepat kilat  menerobos dan menghujam di langit-langit mulut naga itu hingga tembus di kepalanya.
Ular raksasa itupun menjerit-jerit kesakitan. Ia sekarat dengan menggerakkan tubuhnya lebih menggila lagi. Sekar Arum melompat jauh menghindari benturan tubuh ular itu. Keduanya lantas berdiri berjajar di kejauhan, sambil menunggu apa yang terjadi selanjutnya atas ular raksasa itu.
Tidak lama kemudian akhirnya ular itu berhenti meronta-ronta. Kepalanya menggeletak di atas tanah. Sembada dan Sekar Arum yakin binatang itu telah mati. Segera mereka menghampirinya, untuk melihat wujud ular raksasa itu dari dekat.
Betapa besar dan panjang ular itu. Â Kulitnya berwarna hijau tua dan mengkilap. Terdapat hiasan yang indah pada kulit ular itu. Ketika melihat ekornya, rupanya dahan pohon itu mengganggu geraknya karena taji di ekor naga itu menancap terlalu dalam, sehingga sulit di lepas.
"Kita apakan ular ini kakang ?"
"Kita ambil kulitnya dan sedikit dagingnya. Kita sudah lapar. Tentu lezat daging ini bila di bakar."
"Aku ambil tombakku dulu."
Sekar Arum kemudian mencabut tombak yang menancap di langit-langit mulut ular raksasa itu. Nampak warna darah yang merah mengkilap mewarnai bilah tombaknya. Sekar Arum mencoba menghapusnya dengan menggosok bilah itu dengan dedaunan yang ia petik di sekitarnya. Namun aneh darah itu tak bisa hilang, ia menempel kuat pada bilah itu.
"Darah ini tak bisa aku hilangkan kakang. Meski aku telah menggosoknya dengan dedaunan." Kata Sekar.
"Nanti kita cuci di sendang." Kata Sembada.
Pemuda itu meminjam pedang Sekar Arum. Ia kemudian memotong kepala ular itu. Kemudian dengan sigap dan tangkas ia melepas kulit ular raksasa itu dari tubuhnya. Setelah lepas kulit itu ia gulung, kemudian ia ikat dengan kulit batang pohon.Â