Sembada dan Sekar Arum masih duduk di atas kuda mereka. Keduanya mengawasi sejenak orang-orang yang menghadangnya dalam perjalanan pulang ke Maja Dhuwur. Ada sepuluh orang yang berdiri membentuk formasi setengah lingkaran di depan mereka berdua.Â
Pemimpin mereka, seorang lelaki kekar berjambang dan berjenggot hitam tebal, bersenjata bindi, sendirian melangkah maju mendekati calon mangsanya. Matanya yang juling mengawasi Sekar Arum beberapa saat. Bibirnya selalu tersenyum mencurigakan.
"Nyalakan obor. Agar aku bisa melihat jelas calon mangsa kita." Kata orang yang  mendekati Sembada dan Sekar Arum.
Salah seorang penghadang itu segera nyalakan obor. Setelah terang karena sinar api, lelaki itu mengamati sejenak calon mangsanya. Iapun tertawa senang.
"Ternyata ada bidadari malam-malam lewat jalan sepi ini. Tentu kau sedang mencariku, anak manis." Katanya sambil memandang Sekar Arum penuh nafsu.
"Apa maksud kalian menghadang kami." Kata Sekar Arum ketus.
"Menjemput calon temantenku" kata lelaki yang disambut tawa keras teman-temannya.
"Kalian tentu para perampok yang mengotori jalan hutan ini."
"Benar. Kami akan merampok semua barang yang kalian bawa. Kuda dan payung emas itu. Juga merampok kecantikanmu." Sekali lagi kata-kata lelaki itu disambut tawa teman-temannya.
Sekar Arum menyentuh perut kuda dengan tumitnya. Kudanya berjalan mendekati lelaki itu. Beberapa langkah darinya ia menarik kekang kudanya lagi. Lelaki itu sama sekali tidak menaruh curiga, karena yang mendekatinya hanya seorang wanita.