"Siap kakang."
Ketika malam telah tiba, dibilik Sawung Kuning menjalankan kewajibannya untuk menambah kemampuan ilmu kepada adik seperguruannya. Â Ia mengurut dan memijat tubuh Sawung Kuning dan melemaskan otot ototnya dengan air jeruk pecel. Setelah selesai mereka duduk bersila, Sembada di belakang Sawung Kuning.
Telapak kedua tangan Sembada menempel di punggung Sawung Kuning. Sejenak kemudian hawa hangat dari Aji Tapak Naga Angkasa mengalir ke tubuh Sawung Kuning. Setelah beberapa kali aliran itu bebas tanpa hambatan di bagian bagian tubuh tertentu, Sembada Segera menghentikannya.
"Cukup Adi Sawung Kuning, urat nadi dan syarafmu sudah tertata. Semoga tak ada hambatan kau menyalurkan tenaga dalam "
"Terima kasih kakang. Â Apa balasanku untuk budi baik kakang"
"Jangan berkata begitu. Ini kewajibanku membantu guru meningkatkan ilmumu. Aku tidak sedang menanam budi baik, tapi menjalankan kewajiban. Sebagaimana kau melatih jurus kepada adik adikmu murid padepokan ini."
"Baik. Walaupun bagaimana aku berterima kasih, kakang."
"Baiklah istirahatlah. Esok pagi kau rasakan bedanya sebelum dan sesudah nadimu tertata."
"Baik kakang."
Sembada lantas keluar dari bilik Sawung Kuning. Â Malam itu iapun masuk ke biliknya untuk istirahat, karena kerja menata urat syaraf dan nadi menguras tenaga dalamnya.
Pagi harinya setelah sarapan ketela rebus bersama gurunya ia pamit melihat Sawung Kuning berlatih. Tapi gurunya tertarik untuk melihat pula. Mereka berdua lantas pergi bersama ke sungai. Dengan sembunyi sembunyi keduanya menyaksikan Sawung Kuning dengan gesit dan lincahnya meloncat dan berjumpalitan di atas bebatuan di lembah wilis. Tubuhnya yang kekar seolah tak berbobot, ringan seperti kapas dan gesit seperti burung sikatan.