Ketika matahari tenggelam di balik bukit di sebelah barat, Â dan kademangan Majaduwur telah terselimuti kegelapan, pendapa kademangan itu kian ramai didatangi para pengawal. Â Pendapa kademangan penuh sesak.
Handaka, putra ki demang sentika yang siang hari nganglang wilayah kekuasaan ayahnya, juga nampak duduk di lantai beralas tikar di pendapa itu. Â Mereka menunggu ki demang Sentika masuk pendapa untuk memberi penjelasan maksud pertemuan itu.
Sekarsari sibuk di dapur mempersiapkan hidangan untuk para tamu di balai pendapa.
Sementara itu Sembada yang telah pulang agak lama dari hutan mencari kayu sempat mengamati kesibukan para pengawal.
Ia melihat seorang penghubung berkuda masuk rumah ki bekel, kemudian tergesa-gesa pergi menuju dusun lain. Tentu kesibukan itu ada kaitan dengan dua orang penunggang kuda yang iang tadi siang derap kuda mereka ia dengar di hutan.
Sembada tertarik untuk mengetahui lebih jauh keadaan itu. Â Ia pamit kepada simboknya untuk malam ini tidak tidur di rumah.
"Kamu mau tidur di mana ?"
"Kami akan berjaga di gardu sampai pagi Mbok.." Jawab Sembada agak berbohong. Â Hal ini terpaksa ia lakukan karena tidaklah perlu memberi tahu emboknya apa yang akan ia kerjakan.
Ketika terdengar kenthongan berbunyi dari induk kademangan, Sembada bergegas lari. Â Dengan ilmu peringan tubuhnya ia dapat mencapai jarak yang tidak terlalu jauh itu dalam waktu singkat. Â Ia tidak ingin bergabung dengan para pengawal kademangan di pendapa, itu akan menjadi pertanyaan banyak pihak. Â Cukup ia bersembunyi di balik pohon besar di dekat pendapa kademangan ia sudah bisa menyadap semua pembicaraan di pendapa itu.
Sejenak kemudian ki demang Sentika memasuki pendapa. Setelah menyambut kehadiran tamu tamunya segera ia membuka pertemuan itu.
Ia ceritakan kedatangan dua prajurit anggota pasukan bala putra raja, pengawal Pangeran Erlangga. Â Tentang maksud kedatangan mereka ke kademangan Majaduwur, mengabarkan bahwa pasukan gabungan dari beberapa desa sekitar Majaduwur hendak menyerang kademangan itu.