"Pelan-pelan saja anak muda. Â Gak perlu tergesa-gesa."
Sembada melambatkan jalannya. Â Baginya dua buah bongkok kayu itu tidaklah berat. Â Jika mau ia masih bisa membawanya terbang dengan ilmu peringan tubuhnya.
Matahari telah tenggelam di barat. Â Langit sudah mulai gelap. Dua orang itu terus mengayun langkah menuju rumah si kakek. Sebentar kemudian nampak sebuah rumah beratap alang-alang, berdinding anyaman bambu.
Rumah itulah tadi yang dituding si kakek untuk memberitahukan kepada Sembada. Â Sembada bergegas dengan mempercepat jalannya. Â Namun si kakek tidak lagi berlari-lari kecil mengikutinya. Â Bibirnya saja yang tersenyum memandang seorang pemuda yang murah hati mau menolong dirinya.
Sembada meletakkan dua bongkok kayu di depan rumah alang-alang itu. Â Ia lantas menghampiri lincak bambu di teras. Ia duduk menunggu si kakek yang rupanya santai sekali jalannya. Â
Keduanya tersenyum setelah bertatapan pandang di depan rumah sederhana itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H