Sejenak kemudian mereka telah siap bertempur. Â Pedang-pedang mereka telah tergenggam di tangan. Â Ujung senjata-senjata itu juga sudah merunduk ke tanah. Â Tinggal sekejab lagi akan mereka gunakan untuk menyerang atau menangkis senjata lawan.
"Hahahaha kalian sudah seperti babi-babi dalam kepungan. Belingsatan seperti ayam baru disembelih. Â Menyerahlah !! Serahkan kuda-kuda kalian, dan pulang berjalan kaki." Kata pemimpin rombongan yang baru datang.
Tak terdengar jawaban dari mulut dua belas orang berkuda itu. Semua membisu. Tangan mereka sudah gemetar, ingin segera menggerakkan senjata.
"Tidak hanya kuda. Â Tapi gadis itupun harus kalian tinggalkan." Kata lelaki berperut buncit.
"Lebih baik aku mati daripada aku tinggal di sini." Saut si gadis.
"Jangan merajuk anak manis. Â Kau akan kerasan tinggal di hutan ini. Karena aku akan melayanimu dengan baik." Lelaki buncit itu menanggapi.
"Buaya !!!! Sudah bau tanah tak mau tobat."
"Hahaha"
Mereka berhadapan lagi. Â Seperti beberapa waktu yang lalu, delapan orang melawan duabelas orang. Â Pertempuran sengitpun segera berkobar.
Pemuda pendek gemuk bersama gadis cantik berrambut panjang harus menghadapi Gagak Ijo. Â Pemimpin gerombolan itu benar-benar keras dan kasar cara bertempurnya. Â Ia berteriak-teriak dan memaki-maki lawannya. Â Sementara pengikut pemuda itu melawan anak buah Gagak Ijo dengan sengitnya.
Keseimbangan pertempuran segera bergeser. Â Anak buah Gagak Ijo mulai kewalahan melawan musuh yang berlebih. Terutama mereka yang menghadapi dua orang sebagai lawan.