Sambil bertempur Gagak Ijo mengamati anak buahnya. Keadaannya memang cukup mengkhawatirkan. Â Maka segera terdengar suitan yang panjang.
Pemuda pendek dan gadis itu mengira musuhnya akan melarikan diri lagi. Â Namun ternyata suitan panjang itu isyarat Gagak Ijo memanggil kawan-kawannya. Â Sebentar kemudian dari balik semak-semak bermunculan beberapa orang, lebih dari sepuluh. Mereka segera menceburkan diri dalam arena pertempuran.
Kini situasinya berbalik. Â Para pengawal kademangan itu yang sekarang keteteran. Â Masing-masing harus melawan dua orang sekaligus.
Pemuda pendek itu sangat marah, pedang besar di tangannya segera bergerak dengan cepatnya menyerang Gagak Ijo. Namun kemampuan Gagak Ijo memang cukup tinggi, serangan-serangan pemuda itu dapat dihindari bahkan ditepis untuk tidak melukai dirinya.
"Hahaha kau sudah mulai gila anak muda. Â Sebentar lagi kalian akan mampus di sini. Â Mayat kalian akan jadi rebutan anjing-anjing liar." Â Kata Gagak Ijo menyakitkan hati.
"Pertempuran belum selesai. " saut pemuda itu.
"Memang belum selesai. Â Tetapi akhir pertempuran sudah bisa diramalkan."
Para pengawal dengan sekuat tenaga dan kemampuan mereka berusaha mempertahankan diri dari serangan-serangan lawan yang membeludag seperti banjir. Â Teriakan-teriakan, makian silih berganti terdengar bersama denting senjata yang beradu.
Luka dan darah sudah mewarnai kulit dan baju para pengawal.
Namun semangat mereka bertahan benar-benar mengagumkan. Mereka berjuang terus sambil mencari cara bertempur yang menguntungkan. Â Kadang berlari-lari, kemudian berlindung di balik pohon, tapi ketika lawannya lengah mereka menyerang dengan dahsyatnya.
"Setan alas, licik. Kalian bertempur seperti perempuan."
"Kalian juga main keroyok. Â Hadapi kami satu melawan satu."