Menyaksikan kegaduhan di arena  pertempuran anak buahnya, Gagakijo benar-benar marah.  Perlawanan anak buahnya benar-benar morat-marit gara-gara orang asing gila yang tidak dikenal.
"He siapa kau ?!!! Jangan ganggu urusan kami."
"Kalian pengecut. Â Hanya berani jika kawan kalian berlebih."
"Ini bukan arena untuk pamer harga diri. Â Siapa kuat dialah yang merajai."
"Anak buahmu banyak yang mundur sekarang. Â Kau mau apa ? Â Sebentar lagi sisanya akan mampus."
"Anak setan. Â Demit kau."
Gagakijo meloncat mundur juga, menghindari serangan kedua lawannya. Â Ia sengaja mengambil jarak agar dapat menghukum pemuda kurang ajar yang telah mengacaukan pertempuran. Sejenak kemudian ia merundukan tubuhnya, tangannya bergerak cepat. Â Sebuah pisau meluncur seperti kilat menuju pemuda bertongkat bambu.
Meski pemuda itu nampak sebagai orang bodoh dan tolol, tak berilmu kanuragan, namun melihat serangan yang datang dengan cepat itu ia ternyata mampu menghindar. Â Dengan menjatuhkan diri kemudian berguling pisau itu terbang tanpa mengenai sasaran. Â Ia kemudian menancap di sebatang pohon hingga sampai pangkalnya.
"Demit, setan, thethegan. Â Awas kau anak muda. Â Kemanapun kau akan aku cari." Ancam Gagak Ijo.
Semua mata terpana menyaksikan peristiwa itu. Â Pertempuran berhenti sesaat, menunggu apa yang akan dilakukan Gagak Ijo terhadap pemuda lancang itu. Â Namun kemudian terdengar suitan bernada merintih-rintih, anak buah Gagak Ijo paham akan maksud pemimpinnya.
Didahului oleh Gagak Ijo yang meloncat dan menerobos semak-semak untuk menghindarkan diri dari arena, anak buahnya tanpa ragu-ragupun melakukan hal yang sama. Â Para pengawal itu terpana mengawasinya, mereka kemudian menghembuskan nafas dengan lega. Â Seolah hendak melepaskan seluruh ketegangan yang membelit hati mereka.