Nampak delapan orang itu menengokkan kepala kesana kemari, mereka mencari tempat duduk.  Di dalam kedai itu tak ada ada lagi tempat duduk yang kosong.  Rombongan orang berkuda yang jumlahnya  dua belas orang, masih juga riuh berbincang.
"Heiii. Â Mereka yang sudah selesai makan cepat keluar. Â Gantian tempatnya.!!!" Â Lelaki berhidung besar bermata tajam setajam mata elang berteriak lantang. Â
Semua anggota rombongan orang berkuda menengok memandangnya. Kelihatan sekali pandangan mereka menampakkan bahwa hati mereka agak kurang senang.
"Ya ya ya, kami sudah selesai. Â Jangan berteriak-teriak kisanak. Silahkan duduk !! " Â Pemuda gemuk itu berdiri dan meninggalkan kursinya, sambil mengajak kawan-kawannya segera meninggalkan tempat itu pula.
"Kalian boleh pergi, tapi gadis itu biar tinggal di sini sebentar. Nanti akan aku antarkan ke tempat tinggalnya sendiri." Â Kata orang berjambang dan berperut buncit.
"Apa maksudmu kisanak ? Â Kalau bicara yang sopan ! " Saut pemuda gemuk itu agak marah. Â
Mata gadis itupun nampak merah pertanda bahwa hatinya sedang tersinggung. Â Dengan tajamnya ia memandangi lelaki berjambang dan berperut buncit itu.
"Bagaimana nduk ?  Kamu setuju  ?" tanya lelaki itu sambil cengengesan.
"Jangan cari perkara ?" Â Kata temannya yang berkumis tebal. Â Agaknya ia pemimpin orang-orang kekar itu.
"Jangan kawatir Ki Lurah. Â Semua tanggung jawabku jika pemuda gemuk itu marah."
"Aku yang marah ! Â Kau anggap apa aku ? Â Pembantumu ? Â Kekasihmu ? "