Mohon tunggu...
Wahyudi Nugroho
Wahyudi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Mantan MC Jawa. Cita-cita ingin jadi penulis

Saya suka menulis, dengarkan gending Jawa, sambil ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Bab 5 Menyebrang Sungai Brantas

18 Maret 2024   12:16 Diperbarui: 29 Agustus 2024   19:04 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ki Ardi atau Kidang Gumelar menepuk punggung Sembada.  Ia tersenyum melihat kesantunan murid sahabatnya itu.

"Baiklah.  Selamat jalan." Kata ki Ardi sambil mengangkat tangan.

Ketika Sembada melangkahkan kakinya meninggalkan mulut goa itu, Ki Ardi balik badan masuk lagi ke mulut goa.  Ia akan menunggu lagi goa itu sampai hadir orang berikutnya yang harus ia serahi pusaka perguruan satunya, yakni pedang tipis kembar.  Pusaka itu masih berada di kotak kayu di bawah amben bambu.  Entah siapa yang akan mewarisi senjata itu kelak.

Sembada melanjutkan perjalanannya, mengarahkan langkah kakinya ke arah matahari terbit.  Ke timur.  Jalan yang dilalui tetaplah jalan yang memotong hutan larangan.  Jalan itu kelihatan jarang dilalui orang.  Nampak rumput tebal banyak ditemui di tengah jalan.  Bahkan tanaman liar mulai merambat menghalangi jalan.

Mengingat ia telah menguasai ilmu meringankan tubuh, ia berniat melatih ilmu itu sekarang.  Sambil mempercepat perjalanannya agar lekas sampai ke tujuan.  

Maka buntalan di ujung tongkatnya segera ia ikatkan melingkar di pundak dan pinggangnya, cambuknya ia lingkarkan di perutnya lebih erat.  Dengan memegangi tongkatnya tepat di tengah-tengahnya, ia lantas melangkahkan kakinya lebih cepat.  Kemudian ia lari dengan mengerahkan seluruh tenaga dalamnya yang mengalir di urat darah kedua kakinya.

Maka segera nampak seperti bayangan yang samar-samar berkelebat seperti terbang.  Kadang meloncat tinggi melompati bebatuan, kadang menyusup gerumbulan perdu.  Dalam waktu singkat ia telah dapat menempuh jarak beberapa ribu depa.

Sejak ia berhasil melakukan meditasi hingga meragasukma,  ia menjadi heran dengan perubahan yang terjadi  pada tubuhnya. Seolah-olah setiap hatinya berkehendak sesuatu, agar badannya bergerak melakukan sesuatu, maka badan itu seolah langsung menanggapinya.  Syaraf-syarafnya demikian cepat bekerja, dan memerintahkan agar anggota badan melaksanakannya  Ketika ia berkehendak untuk meloncat, badan terasa seperti kapuk yang diterbangkan angin, ringan sekali.

Demikianlah Sembada dalam waktu singkat telah keluar dari hutan larangan.  Di depannya nampak sebuah pedesaan yang ramai.  Ia segera menghentikan larinya, dan berjalan seperti biasa. Nafasnya tidak terengah-engah sama sekali, berbeda dengan ketika ia belum menguasai ilmu peringan tubuh.

Ia berjalan sambil membawa tongkat bambu penggebuk anjingnya di atas pundak.  Barangnya kembali menggantung di ujung tongkat.  Ia memasuki desa itu dengan jalan seperti orang kebanyakan.  

Kehadirannya di desa itu sama sekali tidak menarik perhatian. Penampilannya tidak menyolok, orang mengira ia hanyalah seorang perantau yang sedang menempuh perjalanan tanpa tujuan yang hendak dituju.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun