Mohon tunggu...
Wahyu Chandra
Wahyu Chandra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan blogger

Jurnalis dan blogger, tinggal di Makassar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Senjakala Perahu Pinisi

11 Maret 2018   04:54 Diperbarui: 11 Maret 2018   08:46 1202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ritual selanjutnya disebut appasili, yaitu ritual menolak bala. Ritual ini telah ada sejak masa para-Islam meski kini sebagian besar bagian dari ritual telah dipengaruhi oleh budaya Islam. Misalnya dengan adanya pembacaan barazanji. 

Ritual ini mengharuskan adanya sejumlah sajian makanan, seperti gogos, onde-onde, kulapisi atau kue lapis, songkolo (nasi ketan) dan kaddo masingkulu. Ini menunjukkan rezeki. Rasa manis dan rezeki datangnya berlapis, mengikat kebersamaan dan menolak mara bahaya.

Setelah bahan makan ini tersedia maka dilanjutkan dengan pembacaan barzanji hingga tuntas. Seorang guru yang menghadapi wajan yang berisi air dan seikat dedaunan, sambil membacakan mantra. Dilanjutkan dengan penaburan air songkabala (penolak bala) yang terisi dengan mantra ke sekeliling perahu dengan menggunakan ikatan dedaunan. 

"Setelah ritual selesai maka dilanjutkan makan bersama makanan-makanan tadi, dengan tamu-tamu yang hadir," jelas Basri.

Ritual selanjutnya adalah apa yang disebut ammosi yang berarti memberi pusat pada pertengahan perahu atau kelebiseang. Ini bisa disamakan dengan pemotongan tali pusar bagi bayi yang baru lahir. Punggawa atau Panrita Lopi meyakini perahu yang dibuatnya sebagai sebagai anak yang akan segera lahir pada saat diluncurkan. 

Untuk penyelenggaraan ritual ini maka harus disiapkan ja'jakang, terdiri dari pisang Ambon, kelapa, gula merah dan wajik. Selain itu juga harus disiapkan sepasang ayam besar, 1 setengah meter kain putih, seperangkat papasilin yang berisi sarung, baju dan songkok atau kopiah dan sebuah cincin emas. Tak lupa disiapkan kuali, pedupaan dan kemenyan. 

Pelaksanaan ammosi ini dimulai ketika pemilik perahu jongkok di sebelah kiri pertengahan lunas sambil berhadapan dengan punggawa. Pemilik perahu kemudian mengikatkan kain putih yang telah disiapkan ke kepala punggawa. Kemenyan dibakar. Cincin emas dimasukkan ke dalam mulut punggawa sambil membacakan mantra tanpa tarikan nafas. Lunas perahu lalu dipahat berbentuk segi empat dengan pahatan kecil menggunakan pahat tanpa tangkai. Serpihan kayu bekas pahatan dimasukkan ke dalam mulut punggawa.

Bekas pahatan di perahu lalu dibor hingga tembus. Serbuknya disimpan ke dalam kuali. Setelah tembus punggawa lalu membasuh wajahnya dengan air dan berkumur di atas possi atau pusat kelibeseang. Air, serbuk bor, serpihan kayu pada saat ritual annatara dan ammosi ditampung ke dalam botol. Ini akan disimpan di dalam perahu yang akan digunakan sebagai minyak perahu. Minyak ini diyakini sebagai penolak bala ketika terjadi badai atau angin kencang. 

Ritual terakhir dilakukan di saat akan diadakan peluncuran kapal di laut, yaitu setelah dilakukannya upacara appasili dan ammosi. Upacara ini didahului dengan persiapan-persiapan yang meletakkan balok-balok di bawah lunasperahu yang akan berfungsi sebagai titian perahu pada saat didorong. Di bagian kiri dan kanan perahu dipasang balok-balok besar atau dalam Bahasa Konjodisebut kenkeng jangang.

Menurut Muhammad Masruri dan kawan-kawan dalam buku Pinisi: Perahu Khas Sulawesi, balok -balok ini berfungsi untuk menjaga agar perahu tidak miring pada saat didorong. Setelah dirasa siap maka upacara pun segera dilakukan. Untuk memudahkan peluncuran maka digunakan alat yang disebut takalyang dipasang di bagian kiri dan kanan perahu.[iii]

Hanya saja, menurut Basri, tradisi peluncuran perahu ini sendiri sudah mulai pergeseran dengan penggunaan alat katrol.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun