Kurangnya kasus praktik perenggutan dalam kelompok kerja Punggawa-Sawi dan tidak diperhitungkannya faktor perubahan kondisi laut dan sumber daya perikanan yang potensial mempengaruhi kondisi penghasilan nelayan membuktikan kelemahan dari analisis relasi patron-klien perenggutan. Berikut kebertahanan dan dinamika struktur Punggawa-Sawi dan kemampuannya merespon secara rasional dan koeksis dengan modernisasi perikanan laut kapitalis dan pasar global mengurangi dominasi perpektif sistem dunia dalam studi-studi globalisasi budaya.
Menurut Munsi, kekayaan sumber daya perikanan laut melimpah sebetulnya hanya merupakan milik nelayan pengusaha individual (penguasa modal), bukan milik kebanyakan nelayan berstatus Sawi. Strategi membangun jaringan keluar dengan pemilik modal (pengusaha besar atau bank) di kota-kota besar dan menginfestasikan modalnya dalam alat-alat produksi skala besar dan modern, dan membangun jaringan pasar eksternal merupakan realisasi dari jiwa keusahawanan (berani mengambil risiko, kebebasan, penguasaan informasi) yang tumbuh dari pengalaman jangka panjang terlibat langsung dalam jaringan dagang dan pasar regional dan eksternal.
Kebijakan pemerintah yang cenderung mengabaikan masyarakat nelayan miskin selama ini dinilai merupakan peluang bagi setiap pengusaha mengembangkan gaya pengelolaan efektif-menemukan wilayah-wilayah penangkapan ikan yang baru, memperluas jaringan perolehan pinjaman modal dan utang piutang, penentuan jenis komoditas dan jumlah tangkapan, penentuan tingkat harga, serta aplikasi aturan bagi hasil.
"Bagi warga komunitas nelayan di Tamalate, pemilik usaha dipandang sebagai orang-orang pilihan berprestasi dan langka karena berhasil mengembangkan dan mempertahankan unit-unit usaha perikanan yang rentan terhadap ancaman kerugian dan kemacetan."
Tradisi kepemilikan individual pada satu sisi dinilai telah menumbuhkan kesadaran kolektif kelas Sawi akan kekuasaan dan dominasi pemilik usaha dan sikap-sikap tunduk dan patuh serta ketergantungan terhadap pemilik usahadan pada sisi lain menumbuhkan kesadaran pemilik akan determinasi kelas Juragan dan Sawi bagi bergeraknya usaha. []
________
[2] Mattulada, 1986. Manusia Bawahan dalam Manajemen. Makalah. Seminar Manajemen Pembangunan Menurut Budaya Bangsa Indonesia, Sanur, 20-21 September 1986.  Â