Mohon tunggu...
Wahyu Chandra
Wahyu Chandra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan blogger

Jurnalis dan blogger, tinggal di Makassar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jejak Budaya dalam Kemiskinan Nelayan Bugis Makassar

5 Maret 2018   12:10 Diperbarui: 5 Maret 2018   17:42 1668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam struktur yang lebih rendah ada Anak buah kapal/ABK/Sawi atau bisa disebut Sawi. Mereka berperan melakukan kegiatan penangkapan ikan dan perawatan alat-alat produksi (perahu, pondok bagang, alat tangkap) di bawah komando Juragan. Punggawa Sawi pada umumnya merekrut sawi-sawinya baik dari kalangan kerabat pemilik usaha dan orang se desa maupun dari luar. 

"Sawi Usaha Rengge Lappa yang kebanyakan direkrut dari daerah-daerah kecamatan lain di Takalar, bahkan sebagian besar dari Jeneponto (kabupaten tetangga). Adapun kewenangan perekrutan Sawi kebanyakan berada pada wewenang juragan. Proses perekrutan Sawi yang seperti ini diduga banyak mempengaruhi kadar ketat longgarnya ikatan dalam komunitas dan adanya unsur relasi perenggutan dalam kelompok kerja masing-masing komunitas nelayan."  

Di Tamalate, menurut Munsi, peran Papalele dirangkap oleh Punggawa Usaha. Itulah sebabnya kebanyakan dari mereka memperoleh pendapatan dan keuntungan lebih besar daripada para Punggawa Usaha perikanan di desa-desa nelayan lainnya di Sulawesi Selatan. Peran Punggawa Usaha yang tak kalah pentingnya dalam organisasi Punggawa-Sawi ialah pembagian hasil tangkapan. 

"Bagi hasil dilakukan setelah semua biaya-biaya dan pinjaman atau bunga dikeluarkan. Jadwalnya tidak menentu, tergantung pada kondisi tangkapan, bisa dua atau hanya sekali per bulan." 

Menurut Munsi, sejak Indonesia merdeka hingga kini, Punggawa-Sawi tidak hanya berada di tengah kekuatan proses modernisasi perikanan laut kapitalistis dan arus pasar global, tetapi juga di bawah tekanan kebijakan pembangunan nasional yang tidak memihak, dan bahkan akhir-akhir ini dihadapkan dengan berbagai kritikan peneliti sosial-budaya yang menuduhnya sebagai perangkap kemiskinan.

Di Indonesia sejak tahun 1980-an telah diterapkan berbagai bentuk program pengembangan ekonomi masyarakat nelayan berbasis manajemen modern, termasuk pemberian bantuan modal dengan pembentukan kelompok-kelompok nelayan baru di bawah kelola Kementerian Kelautan Perikanan sejak awal periode 2000-an.

Implementasi program pembangunan yang top-down seperti itu, menurut Munsi, oleh para peneliti sosial-budaya dianggap sebagai upaya pemerintah membatasi fungsi kelembagaan lokal tradisional masyarakat nelayan, misalnya Juragan Pandega di Jawa karena dinilai kurang mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk nelayan.

Munsi menilai munculnya beberapa peneliti sosial-budaya yang menemukan disfungsi Punggawa-Sawi berupa praktik perenggutan (exploitation) kelas Sawi di Desa Tamalate Takalar Sulawesi Selatan sebagai suatu hal yang mengagetkan.

"Munculnya tekanan-tekanan eksternal tersebut menimbulkan pertanyaan: bagaimana mungkin Punggawa-Sawi dapat bertahan dan dinamis di tengah gempuran kekuatan eksternal berupa modernisasi perikanan laut, kapitalisme dan pasar global, serta tekanan kebijakan politik nasional tersebut?"

Studi-studi terhadap fenomena eksisnya Punggawa-Sawi nelayan Bugis-Makassar sejak awal hingga kini dicirikan dengan kajian-kajian relasi patron-client dengan perspektif struktural fungsionalis, analisis relasi perenggutan (exploitation), dan perspektif sistem dunia yang melihat Punggawa-Sawi sebagai objek pengaruh kekuatan kapitalisme, kolonialisme, modernisasi ekonomi, dan pasar global, yang pada gilirannya berdampak pada kemiskinan masyarakat nelayan kelas Sawi (Anak Buah) dan kemerosotan populasi sumber daya perikanan laut.

"Pada kenyataannya, masing-masing kajian structural atau relasional tersebut membagi kelemahan-kelemahan kurang lebih sama. Memahami Punggawa-Sawi sebagai sistem tertutup dan penuh keseimbangan selalu menjadi sumber kritikan utama terhadap studi relasi patron-client berbasis structural fungsionalisme."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun