Ia berani. Menyuarakan suara-suara masyarakat Papua secara lantang meski kemudian menjadi martil. Namun di balik kekerasan sikapnya ia selalu menolak jalan kekerasan. Baginya dialog sangat penting namun harus didasari pada kejujuran dan penghargaan antara kedua belah pihak.
Seorang teman bertanya sikapnya tentang kebijakan pemerintah Jokowi sekarang yang sangat perduli pada Papua. Salah satu buktinya adalah pembangunan infrastruktur, seperti jalan tol, yang menghubungkan antar daerah di Papua. Membuka akses yang dulunya terisolasi.
Filep menolak klaim itu.
"Pembangunan infrastruktur itu bukan untuk orang Papua. Mereka membangun jalan namun di sepanjang jalan dibangun pos-pos tentara. Orang Papua tak sepenuhnya leluasa menikmati jalan itu," katanya dengan suara agak meninggi.
Saya bergidik mendengar bantahannya dengan suara yang sedikit meninggi. Keningnya berkerut. Meski kemudian tersenyum lembut.
Semua pertanyaan saya tentang Papua seakan terjawab, ketika bertemu langsung dan berbincang Filep. Seorang sepuh yang sering merepotkan pemerintah, dan mungkin karena itulah Jokowi lebih sering ke Papua dibanding ke daerah manapun di dalam negeri.
Menurutku, ia bukanlah seorang pemberontak, bukan kriminal. Ia hanya seorang yang begitu mencintai negerinya. Papua. Dan untuk itu ia rela menjadi martir. *
Jakarta, Januari 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H