Mohon tunggu...
WAHYU BUDI SETIO PURNOMO
WAHYU BUDI SETIO PURNOMO Mohon Tunggu... Guru - GURU

Alumni UIN Sunan Ampel Surabaya, Fakultas Syariah dan Hukum, Prodi Hukum Tata Negara

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Fiqh Siyasah Legal Standing Putusan Tidak Dapat Diterima dalam Permohonan JR Presidential Treshold

10 Agustus 2023   21:00 Diperbarui: 10 Agustus 2023   21:26 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber gambar : Hukum Online

      Kaidah tersebut menjelaskan bahwa dalam mengambil suatu keputusan atau menetapkan suatu hukum, maka harus melihat pada dalil atau dasar hukum yang jelas. Adapun mengenai Putusan Makamah Konstitusi Nomor : 20/PUU-XX/2022, secara eksplisit dapat dipahami bahwa dalam melakukan suatu pertimbangan hukum dan mengambil suatu keputusan, Mahkamah Konstitusi melakukannya dengan dasar hukum yang jelas, Dalam praktik, judicial review undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Sementara itu, pengujian peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA). Mengenai judicial review ke MK, pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, sebagaimana pengejawanjahan dari UU MK Pasal 51.

Oleh karena itu, sudah tepat Mahkamah Konstitusi memutus permohonan tidak dapat diterima. Adapun, berkaitan dengan asas ius curia novit yang artinya hakim tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya sebab hakim dianggap mengetahui seluruh hukum. Dalam hal tersebut bukan berarti hakim dapat menerobos aturan hukum yang telah ditetapkan dalan peraturan perundang-undangan dan menerima semua permohonan yang masuk dalam lingkup peradilannya.

  Berdasarkan pada uraikan di atas, maka dapat dipahami bahwa Putusan Mahkmah Konstitusi yang salah satunya pada Putusan Nomor : 20/PUU-XX/2022 tentang putusan tidak dapat diterima permohonan judicial review presidential threshold sudah tepat dan sesuai dengan kaidah Fiqh siysah dusturiyah. Makamah Konstitusi memiliki hak untuk memutus tidak dapat menerima permohonan yang diajukan kepadanya ketika permohonan tersebut tidak memenuhi syarat formil. 

Dalam pertimbangannya Mahkamah Konstitusi juga telah secara tegas menyatakan bahwa sebab tidak diterima judicial review presidential threshold tersebut, yakni para pemohon dalam permohonannya tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan. Sehingga sudah sepatutnya Makamah Konstitusi tidak dapat diterima, dalam hal ini penulis menambahkan bahwa Putusan Hakim Mahkamah Konstitusi lebih solid dalam memutuskan perkara agar pemohon mendapatkan haknya . 

Serta, Hakim Konstitusi agar lebih jelih lagi dalam menangani dan memutuskan produk open legal policy apakah mencederai hak" atau tidak dan melihat lebih jelih permohonan yang diajukan oleh pemohon agar pemohon yang merasa dirugikan oleh ketetapan / peraturan  untuk  mendapatkan hak nya.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan adapun kesimpulan tersebut yaitu:

1. Pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. Nomor : 20/PUU-XX/2022 tepat dengan hukum formil pengujian peraturan perundang-undangan di Indonesia bahwa Mahkamah Konstitusi  hanya dapat menerima permohonan judicial review yang diajukan oleh pemohon berdasarkam UU MK Pasal 51 sebagai prasyarat pemohon . Sedangkan dalam Putusan Mahkamah konstitusi Nomor : 20/PUU-XX/2022. Mengenai syarat para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum maka dalam hal ini Putusan Hakim Mahkamah Konstitusi sudah tepat, namun dalam hal ini penulis juga menegaskan  terkait pemohonan judicial review presidential threshold yang diajukan oleh perorangan.

Mahkamah Konstitusi harus jelih lagi apakah subjek tersbut benar" tidak ada hak yang dirugikan atau malah justru dirugikan oleh ketentuan tersebut. Meskipun secara procedural yang mengajukan bukan pelaku utama dalam hal ini calon kadidat presiden maupun wakil presiden. Akan teteapi Hakim Mahkamah Konstitusi tidak boleh menutup mata mengenai syarat pemohon yang telah diatur dalam UU MK pasal 51 tersebut, yang dimana dalam hal ini salah satu nya yakni perorangan selama bisa membktikan hak dan, kerugain nya. Maka, Hakim Makamah Konstitusi harus memberikan ruang untuk pengujian formil tersebut. Agar pemohon mendapat hak nya sesuai kerugian yang didalilkan.

2. Dalam konsep fiqh siysah dusturiyah,Tugas dari  Mahkmah Peradilan dalam hal ini Mahkamah Konstitusi memiliki kesamaan konsep dengan wilayah al mazalim yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan permasalahan antara pejabat pemerintahan yang zhalim dengan rakyat yang dirugikan hak-haknya. Dalam hal ini Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk menyelesaikan permasalahan antara rakyat dan pejabat pemerintahan dalam wujud kewenangan judicial review peraturan perundang-undangan yang merupakan kebijakan politik pejabat pemerintahan.

3. Adapun putusan tidak dapat diterima dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XX/2022 sebagaimana hasil analisis penulis menunjukkan bahwa putusan tersebut sudah tepat dan sesuai dengan ajaran dan kaidah-kaidah fiqh siysah dusturiyah, yakni bahwa Mahkamah Konstitusi dalam memutus perkara tersebut telah mempertimbangkan aspek sesuai aturan yang berlaku, dan juga membuat putusan dengan berdasarkan dalil yang jelas.

Dalam hal ini juga penulis memberikan saran :

 1. Dimana bahwasannya uraian serta analisis dari penulis diatas masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, perlu untuk melakukan akan penelitian lain yang mana lebih dapat dikaji untuk lebih dalam yang bersangkutan dengan persoalan ini. Mengingat permasalahan legl standing merupan permasalahan yang masih timbul kerancuan dalam praktiknya serta juga sangat penting pada suatu sistem ketatanegaraan di Indonesia.

2. Bahwa legal standing dalam proses pengajuan judicial review presidential threshold mempunyai peran sangat penting pada demokrasi nasional Indonesia. Maka, kondisi akan lembaga yudikatif juga mempunyai sebuah peran  yang penting dalam kondisi demokrasi nasional. Saat sebuah UU yang mana esensi dari demokrasi  bertentangan terhadap UUD akibat dibuat dengan secara tidak demokratis, maka dai itu perlu melakukan akan pengujian atas UU tersebut guna kemudian melakukan pembenahan atau perubahan. Akan tetapi, dalam hal ini mengenai presidentsial threshold merupakam produk open legal policy. 

Mengenai hal tersebut MK selain melihat dampak yang dirugikan oleh pemohon dan juga terlihat bahwasannya MK bersifat judicial activism, yang mana artinya respon dan adaptasi pengadilan terhadap perubahan sosial dengan cara mengembangkan prinsip-prinsip yang diambil dari teks konstitusi dan putusan yang telah ada guna mengimplementasikan nilai-nilai dasar dari konstitusi secara progresif. Oleh sebab itu dengan belasan kali pengujian judicial review mengenai presidential threshold yang mana salah satunya dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XX/2022. 

Dengan hal, tersebut Pemerintah serta DPR sebijak mungkin dalam menanggapi problem yang ada di UU ini karena mengingat banyaknya para Pemohon Judicial Review yang ada di Pasal ini mengenai presidential threshold. Serta dengan adanya penerapan presidential threshold dianggap merugikan hak dipilih dan memilih sebaiknya Pemerintah dan DPR sesegara mungkin melakukan legislative review. Demi tegakknya keadilan dan demokrasi sehingga tidak ada yang dilanggar terkait aturan di dalam UU UU No 7 Tahun 2017 Pasal 222 mengenai Presidential Threshold.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun