Â
 Salah satu pondasi awal dalam setiap sistem demokrasi adalah adanya mekanisme penyaluran pendapat rakyat secara berkala melalui pemilihan umum yang diamana diadakan secara berkala . Pemilihan umum (pemilu) juga merupakan salah satu sarana penyaluran hak asasi warga negara yang sangat prinsipal. Indonesia merupakan salah satu negara yang menaganut sistem demokrasi dimana melaksanakan pemilu dalam waktu- waktu tertentu. Pemilu pada hakikatnya merupakan pengakuan dan perwujudan dari pada hak-hak politik rakyat dan sekaligus merupakan pendelegasian hak-hak tersebut oleh rakyat kepada wakil-wakilnya untuk menjalankan pemerintahan.
Adapun tujuan dari Pemilu itu sendiri yaitu: Pertama, memungkinkan terjadinya pergantian pemerintah secara damai dan tertib. Kedua, untuk melaksanakan kedaulatan rakyat. Ketiga, untuk melaksanakan hak-hak asasi warga negara.
   Jimly Asshiddiqie (dalam Kartiko Galuh, 2009) mengatakan tujuan penyelenggaraan pemilu, yaitu :
Untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan Â
- pemerintahan secara tertib dan damai;
- Untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan;
- Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat; dan
- Untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga negara
   Pemilu yang dipilih tidak saja wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat atau parlemen, tetapi juga para pemimpin pemerintahan yang duduk di kursi eksekutif. Di cabang kekuasaan legislatif, para wakil rakyat itu ada yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat, ada yang duduk di Dewan Perwakilan Daerah, dan ada pula yang akan duduk di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, baik di tingkat provinsi ataupun di tingkat kabupaten dan kota.Â
Sedangkan di cabang kekuasaan pemerintahan eksekutif, para pemimpin yang dipilih secara langsung oleh rakyat adalah Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Dengan adanya pemilihan umum yang teratur dan berkala, maka pergantian para pejabat dimaksud juga dapat terselenggara secara teratur dan berkala.
  Sejak merdeka pada tahun 1945, Indonesia sendiri sudah melaksanakan Pemilihan Umum (selanjutnya disebut Pemilu) sebanyak dua belas kali yaitu terhitung mulai dari Pemilu pertama pada tahun 1955 sampai dengan Pemilu tahun 2019. Dengan demikian, Pemilu pada tahun 2024 yang akan datang merupakan Pemilu yang ketiga belas yang akan dilaksanakan di Indonesia. Namun sebagaimana kita ketahui bersama semenjak di MK mengabulkan putusannya No. 14/PUU-IX/2013 yang mana menyatakan bahwa pemilu legislative dan pemilu presiden-wakil presiden apabila pelaksanaaannya dilakukan secara terpisah merupakan inskonstitusional sehingga pemilu harus dilaksanakan secara serentak.
   Pelaksanaan pemilu serentak pertama kali seharusnya terjadi pada 2014, namun Mahkamah Konstitusi berpendapat apabila pelaksaan pemilu serentak ddipaksakan pada tahun 2014 akan menggangu serta menghambat proses pemilu yang sudah disiapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sehingga pemilu serentak pertama kali dilakukan di Indonesia pada tahun 2019. Akan tetapi semenjak dilakukan proses pemilu serentak justru menimbulkan persoalan baru mengenai ambang batas pencalonan presiden atau yang disebut Presidential Threshold. Pemilu di Indonesia yang mana sebenarnya telah diwarnai oleh ketentuan ambang batas minimal atau yang disebut dengan threshold baik dalam bentuk electoral threshold, parliamentary threshold, maupun presidential threshold.
Sebagaimana yang telah diejawantakan didalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 dala pasal 222 yang mana berbunyi :