Bahkan di bilik lain, realisme kehidupan di demonstrasi kan sebagai yang lebih bisa dipergunakan dalam memaknai hidup. Hingga pada akhirnya, bagaimana hidup yang semestinya?.Â
Absudisme memposisikan diri manusia pada ketidakbermaknaan hidup, selalu ada pertanyaan yang tak jelas dan solusi bersama yang tak bisa dituju.Â
Manusia seringkali memiliki visi misi yang progres, namun ia tidak inheren pada dirinya. Yang ada hanyalah sebuah asumsi, bahkan hipotesa hidup yang semestinya.Â
Padahal, hidup semestinya adalah hidup yang tak jelas ini. Tak ada makna dalam hidup ini, selalu ada ketidaktahuan, ketika lapar maka akan makan, ketika ngantuk maka akan tidur.
Namun bagaimana dengan hidup?, apakah semua yang dijalani selalu mendepankan kausalitas tersebut. Namun, selalu ada pertanyaan dibalik ketidaktahuan, hingga pada akhirnya manusia mengkonsepkan diri pada hidup yang tak bermakna ini.Â
Selalu ada makna subjektif, makna mandiri dalam setiap manusia. Pada akhirnya, manusia menemukan makna pada alasan yang sementara yang membuat diri mereka tenang.Â
Terjebak pada ilusi hidup yang tidak jelas ada makna. Absurditas menerangkan hal yang sama bahwa hidup tidak ada yang menghinherenkan makna kehidupan. Melainkan manusia pada persona memiliki kebebasan memaknai hidup.Â
Setiap orang bebas menceritakan, memberi makna dan mendogmatiskan bagaimana seharusnya hidup secara mandiri. Seperti halnya dikatakan filosof sebelum nya, bahwa hidup yang dimaknai, adalah hidup yang pantas dihidupi.Â
REFLEKSINYA....Â
Mendengar filosofi absurdime tidak lepas dari kisah mitologi yunani bernama Sisyphus, ia adalah lelaki yang di hukum dewa zeus untuk mendorong batu ke atas bukit, kemudian setelah mencapai kepuncak, maka batu itu akan kembali lagi ke bawah.Â
Kemudian Sisyphus akan mendorong batu itu lagi ke puncak, sampai seterusnya. Dari kisah inilah kita mendapatkan satu gambaran hidup yang absurd, hidup yang seperti itu saja setiap harinya.Â