Kehidupan seseorang tidak akan terlepas dari kehidupan orang lain. Hal ini memang menjadi satu kepastian yang tak bisa kita sendiri pungkiri. Manusia adalah makhluk sosial, mahkluk yang tak bisa melakukan apapun tanpa tak melibatkan orang lain. Saling membutuhkan satu sama lain adalah ciri khas dari mahluk yang disebut sebagai manusia.Â
Akan tetapi, keterbutuhan antar satu dengan yang lain ini kadangkala tidak saling menguntungkan. Akibatnya, ketika ada dua orang yang saling memberi kan timbal balik sesuatu aksi, terdapat salah satu pihak yang ingin mendapatkan keuntungan dan tak ingin memberikan reaksi balik. Sehingga, yang ada hanyalah ada sebagian manusia yang mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dari orang lain dan meminimalisir, bahkan tidak mau merepotkan diri sendiri.Â
Padahal yang kita ketahui, bahwa setiap kita yang saling memberi kan reaksi timbal balik dalam aksi kehidupan sehari-hari, pastinya saling merepotkan.Â
Akan tetapi, dunia kita terlalu dini untuk mengartikulasikan hal demikian dengan seperfeck tersebut. Sebab, dunia kita saat ini diduduki oleh para manusia yang hakikatnya sosial tak bisa hidup dengan manusia lainnya, akan tetapi kadangkala menjadi serigala bagi sesamanya.Â
Kondisi seperti ini membawa kita semakin berfikir mendalam, apakah manusia hari ini masih menyimpan jiwa sosialnya murni demi sebuah kehidupan bersama, ataukah kehidupan sosial hari ini hanyalah formalitas bagi segelintir orang untuk mencapai kepentingan tertentu?. Jawaban ini bisa kita dapatkan dari berbagai pihak yang sangat terang tau jawabannya.Â
Kepentingan individu-individu dalam setiap visi misi kelompok atau sosial memang seringkali ditemukan. Mereka tak pernah menampilkan kepentingan secara langsung dan terang-terangan.
Akan tetapi, mereka menyembunyikan nya didalam kantong yang cukup dalam sehingga mereka saja yang bisa mengambilnya. Kepentingan ini pun menunjukan pada kita bahwa sosialnya kehidupan untuk kebahagiaan bersama masih menjadi utopia paradoks. Selalu menjadi primadona tujuan hidup bersama, akan tetapi dalam praktek menujunnya pun, masih banyak sekali kebullshitan yang ada di dalamnya.Â
Bisa di kira bahwa manusia memang sangat sulit untuk saling mempercayai antar sesama, akan tetapi di lain sisi mereka memerlukan hidup bersama untuk saling melengkapi dan saling membantu satu sama lain. Bukan karena kemurnian mereka memiliki tujuan yang sama dalam aspek sosial dengan kebahagiaan yang sama. Akan tetapi, untuk mencapai kepentingan individu dengan merugikan beberapa pihak melalui kerjasama yang saling memata-matai.Â
Keuntungan selalu di depankan daripada hakikat sebuah kehidupan sosial, Fakta dilapangan seperti inilah yang tak bisa nafikan. Bahwasanya, manusia adalah serigala bagi sesamanya (homo homini lupus) yang saling memangsa satu sama lain dalam sebuah kepentingan. Bedanya, mereka mencapainya dengan saling memanipulasi antar sesama dengan label sosial.Â
MAHASISWA MENJELMA MENJADI SERIGALA