"Rencana bulan depan, bu. Sekalian libur panjang. Raya bisa cuti dua hari,"
"Alhamdulillah, Ibu kangen sekali sama Arbi dan Sinta. Pasti mereka sudah tambah pinter." Suara Ibu begitu lembut.
***
Aku memberesi bawaan untuk pulang ke rumah Ibu. Semua aku lakukan dengan tetesan air mata. Waktu terasa lama berjalan. Mengapa juga laju mobil ini seperti pelan? Ayolah. Aku ingin bertemu ibuku.Â
"Sabar, Raya. Ini aku sudah maksimal menyetirnya."
"Mas, mengapa Ibu pergi? Aku kangen Ibu. Bukankah kemarin Ibu janji akan menungguku? Bahkan ia bilang kangen Arbi dan Sinta. Ibu curang, mengapa pergi tak bilang-bilang?"Â
"Sabar, Raya. Bagaimana aku bisa tenang menyetir jika kamu menangis terus?" kata suamiku sambil mengelus kepalaku. Aku sedikit tenang. Tetapi hatiku belum bisa menerimanya.Â
Tadi pagi Ibu mendadak jatuh, kemudian pingsan. Jiwanya tidak tertolong ketika dibawa ke rumah sakit, meninggalkan janji kangen kepadaku.
***
Kali ini aku pulang, untuk menemui Ibu untuk terakhir kalinya. Sepanjang perjalanan, kekalutan melandaku. Aku berusaha tegar, menerima apa yang telah terjadi.Â
"Tunggu aku Ibu, tunggu aku, aku akan segera datang di hadapanmu." kataku dalam hati sambil sesegukan.Â