"Entah, ya. Tiap kali aku melihat wajahnya, ingin banget mencabik-cabiknya." kataku pada Lesti.
"Sadis kamu, Rin. Memangnya kenapa? Ada yang salah pada dia? Enggak, kan?"
"Nggak tahu, sebel aja."
"Eh, jangan begitu. Entar kamu suka loh sama dia." goda Lesti sambil tertawa terbahak-bahak.
"Huh, enggak lah. Memangnya aku cewek apaan?"
"Ya, mana aku tahu?" Lesti mengangkat bahunya. Lalu masih mentertawakanku. Huh!
Salah? Jika aku membencinya. Itu juga gara-gara dia. Siapa suruh menyerobot antrean. Tipe orang yang paling aku benci. Padahal, boleh dibilang dia itu keren. Di atas rata-rata. Tapi enggak banget pakai menyerobot antrean. Sok kecakepan lagi. Gerutuku waktu itu.
Dan. Aku melihat wajahnya kembali. O, tidak. Bukan karena antrean seperti kemarin. Tetapi aku melihatnya sebagai kakak tingkat. Kok aku baru lihat sekarang? Memangnya dia kemana selama ini? Aduh, kenapa juga dia ternyata asisten dosen yang membimbing laporan tugasku?
"Nggak ada orang lain, apa?" keluhku dalam hati sambil manyun.
Dan aku harus berhadapan dengannya hampir tiap hari, jika ingin mendapat nilai yang bagus. Aku menggaruk-garuk kepala yang tak gatal. Nasib!
"Nama?"