***
Rupanya, kesabaran itu ada ujungnya. Meski membawa kepedihan dan melalui jalan yang berliku.
"Kau siap menikah denganku, Mitha?" tanyaku. Mitha hanya mengangguk.
"Aku harap tak ada kesedihan di atas berita bahagia buatku. Aku ingin kau juga bahagia."
"Tentu saja aku bahagia, Andra. Sangat bahagia."
"Bagaimana dengan yang lain?"
Ia hanya diam membisu. Rona bahagia tetap ada pada wajah cantik alaminya.
Tetapi kebahagian tampaknya memang hanya diperuntukkanku. Kesabaran yang bertahun lamanya. Kesabaran yang membawa luka dan kepedihan. Bukan tak mungkin kadang memicu awan panas terik yang seakan membakar ladang kering.
Cinta tersembunyi di balik gumpalan asap yang membubung ke langit. Amat rahasia, hingga menjadi segumpal awan hitam yang akhirnya jatuh ke tanah. Menyirami cinta yang nyaris luruh tak bersisa. Cinta tumbuh kembali dan begitu seterusnya. Angin membawanya. Menyimpannya bahkan kadang menghempaskannya. Sakit. Tapi juga sepoi.
Saat ini, cinta telah menampakkan diri dan mampu melabuhkan hati. Pada Mitha seorang.
Mungkinkah aku seorang lelaki yang patut dikasihani?