"Nggak papa, bu. Biasa saja. Dena senang kok."
Bukan apa-apa, Denada bukan anaknya sendiri. Kalau ia sakit bagaimana? Sudah dua minggu terakhir Dena menginap di rumahnya. Bu Astrid tidak keberatan. Tetapi kalau orang tuanya mencari?
Denada beberapa bulan lalu, pernah KKN di sini dan tinggal bersama lima temannya. Ketika KKN telah berakhir, entah mengapa ia kembali lagi ke sini. Saat ditanya, ia mengatakan ingin mencari ketenangan. Bu Astrid senang. Apalagi saat Denada meminta izin untuk memberi pelajaran iqra untuk anak-anak di sini. Jelas ia tak akan keberatan.
Yang dicari Denada adalah ketenangan. Hal inilah yang tak ia dapatkan saat berada di rumahnya sendiri. Orang tuanya terlalu sibuk. Memang saat meninggalkan rumah, berpamitan. Ia tak mau dicap sebagai anak durhaka. Ia hanya mengatakan tidak usah dicari. Karena ia akan baik-baik saja, karena berada di tempat bu Astrid. Beberapa kali mamanya meminta agar Denada pulang. Tapi dirinya belum siap. Ia masih menata hati.
Lamunannya terhenti. Bu Astrid mengajaknya sarapan.
***
"Permisiiii..."
"Iya sebentar."
Ada tamu. Siapa pagi-pagi begini datang. Tetapi suaranya seperti kenal. Batin Denada. Ia merapikan hijabnya, ketika hendak keluar dari kamar menuju ruang tamu.
"Mas Pring?" serunya kaget.
"Syukurlah. Akhirnya aku bisa ketemu kamu Na. Sudah kuduga, kamu pasti bersembunyi di sini. Mama nggak bilang jika kamu di sini. Cuma bilang, kamu baru nggak mau diganggu. Hei, sejak kapan kamu pakai hijab?"