Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Fiksi Islami Artikel Utama

Cerpen | Denada

30 Mei 2018   11:04 Diperbarui: 30 Mei 2018   16:39 2498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Denada tersipu. Ia memakai hijab ketika tinggal di sini, dua minggu lalu. Hatinya yang menggerakkan agar ia memakai hijab. Beruntung saat kecil ia diajarkan mengaji iqra, dengan memanggil guru di rumah. Sehingga ia bisa mengajari anak-anak iqra. Sejak menjadi guru iqra, ia memutuskan memakai hijab.

"Mas Pring kapan pulang? Bukankah masih di Pekanbaru?"

"Ditanya ganti nanya. Gimana sih? Pantas saja kalau kutelepon tak pernah nyambung."

"Iya mas, di sini susah sinyal. "

"Harusnya kamu cerita padaku."

Denada meminta maaf pada Pring. Setahun sudah ia menjalani ta'aruf dengannya. Ia merasa bersalah. Tetapi Pring mau mengerti alasan Denada mengapa ia memilih tinggal di sini.

"Eh, ada tamu. Mas Pring ya? Ibu ingat. Dulu pernah nengok nak Dena waktu KKN. Gimana kabarnya?" sapa bu Astrid dari kamarnya. Di rumah ini memang hanya ada Bu Astrid dan Denada.

"Alhamdulillah baik bu Astrid. Gimana, ibu sehat selalu kan?"

Perbincangan semakin asik antara Bu Astrid, Pring dan Denada. Hingga saatnya Pring harus pamit.

"Aku pulang dulu Dena. Besok aku harus kembali ke Pekanbaru. Baik-baik di sini. Kalau bisa, pulanglah. Mamamu menunggu. Kangen padamu. Luluhkanlah hatimu. Aku yakin, kamu lembut." Denada hanya mengangguk.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Fiksi Islami Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun