Klik!Â
Kamera kumatikan. Save. Video ini, akan aku kirimkan kepadamu. Nanti, saat jam makan siang. Saat kamu sedang istirahat, di sana, jauh dariku.Â
Aku lalu tertawa dalam hati. Ingatanku kemudian melayang pada masa itu. Aneh, aku menyebutnya seperti itu. Kamu datang, pas, saat waktu minum kopi. Setiap aku menyeduh kopi dalam sebuah cangkir, wajahmu ada di sana. Walaupun telah teraduk, saat gula telah tercampur kopi dan menjadi satu kesatuan, wajahmu tetap ada, menempel di secangkir kopiku ini. Bahkan mungkin akan bertambah manis, walau tak perlu menambah gula kembali.
Pada saat itu. Kamu mungkin tak pernah merasa. Tapi aku pengamat sejatimu. Sejak awal kau masuk di kantor ini dan menggantikan Tomi yang duduk di meja ke lima, aku terpikat olehmu. Sorot matamu tajam seperti elang, tegap dengan baju rapi garis-garis biru. Hingga suatu hari, kita bertemu hampir bertubrukan di depan dispenser kantor, saat aku menyeduh kopi hitam kesukaanku.
"Kamu? Suka kopi juga?"
"Iya...."
"Kita belum kenalan ya? Padahal hampir seminggu aku di kantor ini."
"Iya...."
"Dari tadi iya mulu..." katamu sambil menyembunyikan senyum geli.Â
Akhirnya, ngobrol ramai hingga tawa berderai selalu terdengar.
Lalu tentang kopi? Aku masih saja menyukainya. Setiap sore menjelang pulang kantor, aku selalu menyeduh kopi pada sebuah cangkir, cangkir yang sama, yang kuberi kode namaku: Fadi bawah cangkir.