“Bolehkah kita selfie dulu? Untuk kenangan.” katamu. Aku tak mampu menolak ajakanmu. Dengan menampakkan gigi rapi, lalu klik, klik.
“Kita masih serasi loh, Za. Mengapa tak berjodoh?” katamu sambil memandangi hasil selfie tadi.
Aku terdiam dan mengaduk secangkir coklat yang telah tersaji beberapa waktu lalu.
Kamu masih saja mengamati foto yang ada di ponsel.
“Hati-hati, segera saja dihapus. Nanti kekasihmu tahu, bakalan perang dunia.” kataku menggodamu.
“Tak akan, aku tak mau menghapusnya. Aku suka foto ini. Kekasihku tak akan tahu, aku akan menyimpannya rapat-rapat.”
Aku tergelak. Kamu masih sama seperti dulu. Suka berbasa-basi. Padahal aku tahu, sebentar lagi foto itu akan kamu hapus, setelah pertemuan ini berakhir. Aku yakin. Lelaki sepertimu, tak akan menyalahi janji, apalagi pada kekasihmu. Wajah tirusmu nampak kokoh. Itulah dulu yang menbuat aku jatuh hati padamu. Mungkinkah aku masih ada rasa padamu? Mungkin juga tidak. Ah, entahlah. Tapi nyatanya hari ini aku mau menemuimu. Di sini. Sekarang. Aku hanya ingin tahu, bagaimana keadaanmu sekarang, setelah lama tak bertemu. Lalu aku mentertawai diri sendiri.
Saat itu, cinta pertamaku jatuh kepadamu. Meski aku tahu, lelaki sepertimu banyak yang menyukai karena ketampananmu. Hanya satu tahun, lalu tak ada kabar darimu. Berbagai jalan telah aku tempuh, untuk bisa mencarimu. Aku menemui jalan buntu dan akhirnya menyerah. Ternyata setelah lima tahun, aku bisa bertemu denganmu melalui media sosial. Bukan salahku.
“Seandainya kita berjodoh, anak kita, kalau cewek, pasti cantik. Seperti kamu. Kalau cowok, ganteng sepertiku.” Seketika tawamu meledak, mentertawakan kata-katamu sendiri barusan. Aku hanya tersenyum. Hem, mulai deh, kamu mengeluarkan jurus andalan. Merayuku.
“Iya saja, mana ada cewek ganteng?” balasku. Tawamu semakin menjadi. Kemudian berhenti.
“Lucu ya?” katamu sendu. Wajahmu berubah sendu, saat waktu kian melaju. Kita harus berpisah. Aku tak memiliki waktu banyak. Aku telah berjanji untuk tak berlama-lama.