"Jadi?"
"Jadi apa?"
"Aku mau tinggal malam ini. Boleh?"
"Tentu saja boleh, bahkan aku sangat mengharapkannya." Ara mendadak berjingkrak kegirangan mendengar permintaanku. Selama ini, aku ragu, apakah ia masih menerimaku kembali di rumah ini atau tidak.
"Apakah ini hadiah ulang tahun untukku?" Aku mengangguk."Andai selamanya, Pingkan. Andai selamanya, aku akan suka. Maukah kau tinggal Pingkan, maukah?"
Aku tak menjawab pertanyaannya. Hanya tersenyum.
Lilin yang di hadapanku mendadak mati. Oh, telah ditiupnya. Mengapa tak menunggu aba-aba dariku?
"Aku telah mengucapkan satu permintaan dan kau tahu apa itu. Terimakasih Tuhan." kata Ara sambil memelukku erat.
***
Esok paginya, semua barang kesayanganku telah berpindah tempat, kembali ke tempat semula, seperti dulu, barang itu juga menghuni tempat ini.Â
Ya, pada saat itu, Â aku dan Ara saling egois. Hanya karena mempertahankan karier dan pekerjaan, memilih untuk tak tinggal bersama. Ikatan suci tetap ada, meski tak satu tempat. Dan di pertengahan Mei ini, aku memutuskan untuk kembali.