[caption caption="Sumber Gambar: dokpri"][/caption]
Setiap Mei memasuki pertengahan, senyumnya melengkung lega, bersyukur, masih memiliki nafas panjang. Segera disiapkannya berbatang-batang lilin, lalu disematkan di wadah-wadah kecil. Memasak sedikit istimewa dari biasanya, lalu di tata dalam meja yang sebelumnya telah ada lilin-lilin yang menyala. Semua dilakukannya sendiri. Kemudian ia menelponku untuk menemani makan malam. Aku selalu siap untuknya. Aku mengerti, bahwa pertengahan bulan Mei selalu ada ritual khusus. Bukan ritual seperti lainnya, akan tetapi ritual itu semacam semangat bagi dirinya, bahwa ia masih memiliki kekuatan.Â
Kadang kadang aku berpikir, sebaiknya ia hidup denganku, agar aku tak repot lagi ke sini lalu pulang. Ah, tapi aku juga berpikir, wajar bila ia tak mau tinggal denganku, karena aku juga tak mau tinggal dengannya di sini.
"Pingkan, terimakasih kamu mau datang dan tak pernah bosan."
"Biasa saja Ara," kataku. "Aku mencintaimu,"
"Ya, ya, aku tahu. Aku juga mencintaimu."
"Selamat ulang tahun Ara, umurmu berkurang satu."
Ia mengangguk, lalu seperti biasa, ia memegang tanganku dan mengecupnya pelan. Jemari tangannya terasa dingin. Mungkin disebabkan oleh AC, membuatnya sedikit dingin. Tapi mungkin juga karena ia berada di dekatku dan sedikit gugup, hingga membuat tangannya dingin.
Wajahnya yang terlihat kokoh, sedikit lembut oleh sorot mata binarnya. Ia nampak bahagia.
"Aku bahagia berada di dekatmu,"
"Aku juga," sahutku cepat.