Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ketika Aku di Sarang Penyamun

3 Januari 2016   11:06 Diperbarui: 3 Januari 2016   12:35 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ya, hanya kamu yang bisa melakukan penyamaran ini. Jangan khawatir, kami semua mendukungmu dari jauh. Seandainya posisimu dalam bahaya, pasti kami akan segera melindungimu. Yakin, bahwa kamu bisa dan berhasil. Banyak cara lain sebenarnya, tapi cari ini satu-satunya yang paling tepat." 

Aku bukan saja deg-degan, tapi juga gemetaran. Misi ini bergantung padaku. Bergantung pada penyamaranku. Padahal aku mendengar, bahwa kelompok Banu sangatlah sadis dan profesional. Ia tidak segan-segan menghabisi lawan yang mencoba menghalanginya. Oh God, aku harus bisa, meski hatiku dag dig dug tak karuan, karena ini adalah pengalaman pertamaku.

***

Misi Berjalan...

Aku melakukan penyamaran dengan memakai baju compang-camping. Sebenarnya aku tidak nyaman dengan kondisi yang demikian. Apalagi baju ini sengaja diolesi bau-bauan yang tak sedap agar terkesan jorok. Tapi, bagaimanapun aku harus melakukan ini, demi misi membekuk komplotan Banu yang super jahat.

Aku mengendap-endap di sekitar terminal. Menyelusuri warung-warung di sekeliling terminal. Satu per satu warung aku kunjungi. Tentu saja bukan untuk wisata kuliner. Kali ini aku dalam penyamaran sebagai peminta-minta. Ada salah satu Warung Tegal. Sebenarnya aku ingin sekali mampir dan membeli, duduk manis di dalam warung dan menikmati sepiring nasi rames, beberapa iris empal goreng, perkedel kentang dan tempe yang digoreng kering. Tak lupa ditemani segelas es teh. Nikmat sekali. Saat aku melamun, seseorang membentakku.

“Hei, siapa kamu? Pengemis baru? Berani-beraninya mengemis di sini. Siapa nama kamu?”

Deg!

Aku kaget, ini pasti Banu yang diceritakan pak Johan. Perawakannya yang super gempal dengan badan penuh tattoo di bagian lengannya.

“Maaf pak, saya lapar..” kataku memelas. Aku berusaha untuk berani, padahal sebenarnya takut sekali mendengar bentakannya tadi.

“Tidak apa. Sini, mari ikut makan bersamaku, “kata orang tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun