Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[KC] Cinta Bukan Hanya Sekedar

3 Oktober 2015   15:15 Diperbarui: 3 Oktober 2015   16:42 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Wahyu Sapta, nomer 134.

"Cinta itu tak sepadan dengan pengorbananmu. Lepaskan! Bukankah tanpa cinta darinya, bahkan kau lebih bahagia?"

 

"Tapi aku sangat mencintainya, amat mencintainya. Aku tak mampu hidup tanpanya."

 

"Siapa bilang kau tak mampu hidup tanpanya? Hari ini kau masih bernafas kan? Dan tak mati? Kamu berlebihan Dilla!"

 

Aku nyengir kuda mendengar kata Indri. Ia memang sahabat sejatiku. Tapi perkataan Indri barusan sangat menyakiti hatiku. Dan ia salah, cinta itu memang membuatku serasa mati. Aku tak bisa hidup tanpanya. Hatiku beku, selama aku belum bertemu dengan Des kekasihku. Mengapa ia bilang bahwa cinta Des tak sepadan dengan pengorbananku? Bahkan aku sangat yakin, cinta Des lebih dari itu. Des mencintaku, itu janji Des padaku. Saat itu. Saat dimana ketika terakhir aku bertemu dengannya, sebelum ia terbang dengan burung besi menuju angkasa.

 

***

 

Dear Dilla,

Hanya ada satu nama di sini, kamu, Fadilla Erzha. 

Bila kamu rindu, curi saja hatiku, bawa pergi kemana kamu mau. Bila hatiku kamu bawa, bukankah sebagian jiwaku juga akan menyatu dalam jiwamu? Tak perlu ragu, sebab itu yang kita mau. Aku akan rindu padamu. Sangat rindu.

Desta Prabanu

 

Kertas warna pink ini ada di sela buku notes. Kertas yang telah menghuni entah berapa lama, tapi masih tersimpan rapi. Dari Des, kekasihku. Surat yang ia berikan padaku saat awal ia pergi. Mungkin juga yang terakhir. Karena setelahnya, tak pernah menyusul surat kedua, ketiga dan seterusnya. Des hilang bagai ditelan bumi.

 

Aku sedang mereka-reka, apa yang sedang Des kerjakan di balik belahan dunia. Aku tidak tahu, apakah ia mengalami hal yang sama atau tidak. Waktu sedetik, bagai beribu menit bagiku. Terasa lama, dan tak sabar untuk bisa berbincang kembali dengannya.

 

Des yang baik. Itu mengapa aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Ia selalu care dan melindungiku. Sikapnya dewasa, padahal untuk menyikapi sifatku yang cengeng dan manja, ia selalu bisa bersabar. Usia Des memang setahun lebih tua dariku. Itu mengapa ia selalu memaklumiku yang bersikap cengeng dan manja. Bukankah itu menunjukkan bahwa Des mencintaiku?

 

***

 

Saat itu langit mendung, nampaknya akan segera turun hujan. Kelas-kelas dan koridor sekolah mulai kosong. Karena tadi aku dipanggil bu Retno untuk membantu mengkoreksi tugas peer yang diberikan di kelas X. Sebenarnya tadi aku bersama Indri, tapi Indri pulang bersama Kevin, pacarnya. Akhirnya tinggal aku sendirian. 

 

Di dekat pintu gerbang sekolah, ada seorang cowok yang sepertinya menungguku. Dia Des. Ternyata, telah lama memperhatikanku, dan dengan senang hati mengantarku pulang. Siapa yang bisa menolak kebaikannya? Aku menerima kebaikan itu dengan senang hati. Sorot matanya yang tajam bak elang, menjadikanku terpana. Nah, itulah awal aku bertemu Des. Sejak saat itu, aku selalu pulang bareng dengan Des. Sejak saat itu pula, cinta bersemi karena selalu bersama. Aku kelas XI, Des kelas XII.

 

Des lulus duluan dan diterima di Fakultas Mipa, harus meninggalku menuju kota lain yang lumayan jauh dari kota ini. Itu mengapa ia harus naik burung besi untuk menuju ke sana.

 

Inilah awal gelisahku dan menganggap cinta membuatku tersiksa. Padahal aku sudah kelas XII. Sebentar lagi ujian. Ufff..

 

Ah, mengapa aku selalu teringat Des. Di mana-mana terlihat Des. Di setiap sudut manapun, Des selalu muncul. Huhuhuuu.. mengapa cinta demikian menyiksa, aku ingin segera bertemu kembali dengan Des. Des dan Des.

 

***

 

"Dilla, kamu berlebihan!" seru Indri sahabatku, saat aku sering melamun. Tentu saja lamunan itu tentang Des.

 

"Berlebihan bagaimana? Oh, Indri, ajari aku agar aku tak selalu memikirkannya. Des mengusikku dengan kebaikannya. Aku tak mampu melupakannya, walau sedetik."

 

"Nih, tugas sekolah yang menumpuk!"

 

Aku hanya bisa terpaku, menatap tugas sekolahku yang seabreg, yang selama ini terbengkalai. Harus selesai dalam minggu ini. Oh Tuhan.

 

***

 

Bliiing... Handphoneku berbunyi, sms masuk.

 

Dear Dilla, maaf baru bisa berkabar. Kabarku baik-baik saja. Kuharap dirimu juga ya. Maafkan jika aku baru bisa membalas puluhan sms-mu, aku sibuk, karena sebagai mahasiswa baru, banyak tugas yang harus aku selesaikan. Kamu belajar yang rajin ya, agar bisa masuk perguruan tinggi favoritmu. Aku selalu menyayangimu.

 

***

 

Nah kan, ternyata Indri benar, aku berlebihan menyikapi cintaku pada Des. Cinta memang layak diperjuangkan. Tapi tak lantas mengganggu aktivitas belajar. Juga tak lantas membuatku seperti mati. Memang cinta itu berkorban, tapi dalam segi kebaikan. Bila aku rajin belajar dan sukses di kemudian hari, bukankah itu juga untuk kebaikan cinta itu sendiri? Kebaikan aku dan Des. Cintaku dan cinta Des.

 

"Des, aku mencintaimu, tapi aku juga harus mencapai cita-citaku. Kuharap, kita akan bisa melaluinya tanpa harus mengganggu dalam mencapai cita-cita." seruku dalam hati.

 

Angin sepoi menerpaku, membawaku ke alam yang baru. Aku dan semangatku yang baru, yang tak harus selalu berpikir cinta.

 

***

 

(3/10/15)

Sumber Gambar: www.duniainter.net

 

Catatan:

  1. Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community.
  2. Silahkan bergabung di FB Fiksiana Community.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun