Hal terpenting lainnya berkaitan dengan politik Indonesia kontemporer adalah soal sejauhmana kebebasan dan demokrasi berimplikasi terhadap kemajuan dan kesejahteraan. Dalam konteks inilah tesis Amartya Kumar Sen, sebagaimana dalam uraian Mohammad Chatib Basri (2011) menjadi relevan untuk kita analisis kembali dan dilakukan pengujian secara empiris dalam perkembangan ekonomi politik di Indonesia.
Sebagaimana Mohammad Chatib Basri mengemukakan bahwa, di dalam risalahnya, Beyond the Crisis: the Development Strategies in Asia, yang diterbitkan oleh Institute of South East Asian Studies, 1999, yang kemudian diterjemahkan menjadi Demokrasi Bisa Memberantas Kemiskinan oleh Penerbit Mizan (2000), ia bicara tentang pentingnya kebebasan. Dengan antusias ia menulis, walau tak ada korelasi yang konklusif antara pertumbuhan ekonomi dan demokrasi, sejarah menunjukkan bahwa kelaparan yang dahsyat tak pernah terjadi di negara merdeka, demokratis, dan memiliki pers yang bebas.
Sen menunjukkan betapa pentingnya kebebasan dan hak politik masyarakat. Keduanya dapat mencegah terjadinya petaka politik dan ekonomi yang lebih buruk. Ketika semuanya berjalan lancar, kebebasan dan hak politik mungkin tak terasa memikat.
Tetapi, dalam kesulitan sosial dan ekonomi, institusi ekonomi dan politik yang baik menjadi begitu penting. Karena itu, pembangunan haruslah dilihat sebagai sebuah proses peningkatan berbagai jenis kebebasan manusia yang secara intrinsik penting bagi dirinya. Kebebasan membutuhkan beragam lembaga yang baik.
Bagaimana dengan politik, demokrasi dan kebebasan di Indonesia dikaitkan dengan kemiskinan dan jaminan sosial serta jaminan lainnya yang merupakan hak-hak konstitusional warga negara Indonesia? Jawaban atas pertanyaan tersebut memerlukan suatu penelitian dan study yang lengkap dam konfrehenship.
Penutup
Penelitian dan studi lanjutan yang lebih kekinian berkaitan dengan kemiskinan dan jaminan sosial dikaitkan dengan politik Indonesia kontemporer setidaknya mesti segera dilakukan oleh para akademisi dan peneliti di tahun 2019, terutama setelah Oktober 2019 ketika Kabinet Baru Pemerintahan Joko Widodo -- Ma'ruf Amin telah terbentuk dan dilantik, atau setelah seratus hari Kabinet Joko Widodo -- Ma'ruf Amin bekerja.
Tentu saja penelitian yang ilmiah dan akademis, menganalisis data secara obyektif dan mengemukakan hasil penelitian secara faktual bukan lagi sekedar remang-remang, atau bahkan data sekedar Asal Bapak Senang (ABS).
Dengan demikian pengentasan kemiskinan dan perbaikan jaminan sosial dan program pembangunan lainnya bukan merupakan upaya membangun citra dengan janji-janji yang membohongi rakyat yang dibeli dengan proses transaksi politik. Inilah fenomena dari Remang-Remang, Gus Dur dan Politik Indonesia Kontemporer yang segera mesti kita selesaikan dan tuntaskan lima tahun yang akan datang. [ ]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H