Oleh. Wahyu Triono KS
Universitas Nasional, Founder SSDI dan LEADER Indonesia
Bagi anda yang menyukai traveling dan touring, menempuh perjalanan dengan mengendarai mobil pribadi di jalan lintas Sumatera, menjadi arena petualangan yang menakjubkan, dengan menikmati indahnya alam pegunungan dan perbukitan, suasana perkampungan, hutan dan juga perkotaan. Tetapi juga bisa memacu dan memicu adrenalin dengan berbagai tantangan dan rintangan di perjalanan karena jalanan yang rusak atau jalanan yang berkelok-kelok, naik dan turun dengan lembah dan jurang yang begitu curam dan dalam. Begitu pula dengan berbagai ancaman keamanan dari para perampok, pemeras, bajing loncat dan pembegal.
Begitu juga bila anda menelusuri pulau Jawa melalui perjalanan darat, banyak pengalaman dan kisah yang dapat diceritakan dan dicatat untuk menjadi pelajaran, karena "Sebenarnya peristiwa masa lalu dan kejadian yang memiliki dimensi waktu akan menjadi kisah yang kurang berarti bila tidak kita beri catatan penting, karena semua yang terlewat masih bisa diantisipasi, kecuali satu hal, yaitu waktu. Begitulah waktu tidak bereproduksi, memanjang, berhenti atau kembali. Waktu hanya bisa berjalan lurus ke depan. Pada masanya peristiwa dan pengalaman patut mendapatkan catatan penting agar dapat menjadi suatu bahan pembelajaran. (Soendoro, 2009).
Catatan penting yang hendak dikisahkan berkaitan dengan perjalanan traveling dan touring di Pulau Jawa ini bukan soal keindahan wisata di Banyuwangi: Taman Nasional Baluran, banyaknya pantai yang menyuguhkan pemandangan yang indah, Taman Nasional Alas Purwo dengan hutan yang alami dan berbagai gua: gua Padepokan, gua Mayangkoro dan gua lainnya yang ada di jawa seperti gua Jatijajar dan lainnya.
Bukan pula soal indahnya wisata pegunungan yang tersebar di seluruh pulau Jawa, mulai dari gunung Semeru, gunung Slamet, gunung Sumbing, gunung Arjuno, gunung Raung, gunung Welirang, gunung Sindoro, gunung Merbabu, gunung Bromo dan yang lainnya. Atau pantai-pantai yang indah seperti pantai Gelagah dan yang dikesankan mistis, pantai Prasetan Gondomayit, pantai Parangtritis, Pelabuhan Ratu dan yang lainnya.
Bukan pula kisah dan cerita candi Borobudur, Prambanan, Kalasan, dan candi Sewu, bukan pula tentang kenyamanan mandi dan menikmati suasana alam Sendang Joko Kandung di Tulungagung, soal waduk gajah mungkur, waduk sempor. Bukan soal peninggalan dan petilasan kerajaan yang termashur di seluruh pulau Jawa atau soal wisata spiritual Ziarah Sembilan Wali (Wali Songo) Plus Ziarah ke Makam KH, Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Tetapi Ini hanya soal Remang-Remang, kisah perjalanan bersama Gus Dur dan politik Indonesia.
Remang-Remang
Setiap kali saya menelusuri pulau Jawa melalui perjalanan darat, tentu saja bukan karena tidak memiliki kemampuan untuk membeli tiket pesawat, karena harganya tidak semahal saat ini, lagi pula setiap perjalanan tentu saja seluruh biaya transportasi, akomodasi dan semua keperluan saya sudah dipersiapan dan sudah ada yang membiayai. Begitu melintasi kawasan pantai utara saya kembali diingatkan dengan Presiden RI Ke-3 KH. Abdurrahman Wahid, atau akrab di sapa dengan Gus Dur beserta dengan tembang kesukaannya untuk segera diputar melalui CD di dalam kendaraan yang melaju menyalip barisan antrian mobil besar dan dump truck pembawa muatan.
Remang-remang
Remang-remang sinar lampu wayah sore (Remang-remang sinar lampu tatkala sore)