Mohon tunggu...
Wahjuni Agustina
Wahjuni Agustina Mohon Tunggu... Guru - Dwija

Semua karena proses memaknai tentang ketulusan dan keikhlasan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senja, Hujan, dan Sebuah Kisah

12 November 2020   08:54 Diperbarui: 12 November 2020   08:58 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ya...Penguasa Alam, Engkau Maha Hebat, Kau letakkan makhlukmu dimana pun Engkau berkehendak.

Eric...sosok yang berdiri di depanku dengan ekspresi tak percayanya, membuat kakiku serasa tak bertulang. Rasa hangat membaluri sekujur tubuhku. Dia begitu mengenalku, meski selama ini kami tak pernah bertemu langsung. Dan mulutku pun seketika terkunci susah untuk bertutur meski sekadar mengucapkan satu kata.

     "Assalammualaikum adek..!" Tangannya melambai di depan wajahku. Aku pun tergagap, pandanganku seketika beralih pada sosok kecil yang ikut menatap heran, mulut mungilnya mengerucut menggemaskan, mata beningnya menatapku asing.

"Hai ganteng, siapa namamu..maafkan tante ya!" Ku menunduk mendekatkan tubuhku pada Gibran. Kusentuh lembut pipinya.

"Gibran..!" Jawabnya dengan suara cadel yang khas sambil tersenyum membuatku semakin tertawan.

Ku balas senyumnya dengan tulus.

"Anya...?" Kembali suara itu, terdengar meminta jawab.

"Iya...apa kabar Eric?" Jawabku, berusaha menetralisir rasa yang bergejolak tak karuan.

Tatapannya tak bisa dibohongi, sarat akan kerinduan. Dan mungkin aku pun seperti itu dalam penilaiannya. Gerimis hadir saat pertemuan itu...air langit dan tanah kering saling mencumbu luapkan kerinduan. Begitu juga dengan dua pasang mata yang seolah saling  bercengkrama penuh makna.

    "Bisakah kita berbincang disana, sekalian membelikan cake kesukaan Gibran?" Eric menunjuk sebuah caffe yang terkenal dengan cake dan dessert-nya disini.

Aku pun mengangguk tanda setuju.  Desan interior cafe ini membuat nuansa hatiku semakin tergugu, room-nya betul-betul feminim dan hangat. Tiada kata yang terucap, dari sudut mataku, terlihat Eric menatapku lekat, jujur aku tak nyaman dengan perlakuannya. Ku asyik memperhatikan Gibran yang dengan lahapnya menikmati cake favoritnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun