Kalau ditanya satu per satu pada setiap orang, setujukah Anda, Pancasila dan UUD 1945 itu diganti ? Jawabannya pasti tak sama, ada yang setuju, ada yang tak setuju, dan ada pula yang ragu-ragu.Â
Belum tentu yang setuju dan yang tak setuju itu punya alasan yang kuat. Kalau yang ragu-ragu bisa dipastikan tidak mempunyai pendirian.Â
Tetapi, kalau ditanya pada orang-orang yang memang jelas-jelas sudah anti kepada Pancasila pastilah jawabannya setuju sekali. Mereka itu datang dari kaum radikal.Apakah kaum radikalsaja, apakah tidak ada pihak-pihak lain yang juga sama-sama menghendaki Pancasila itu diganti, jawabannya sudah pasti tidak.
Masih ada pihak lain yang menginginkan Pancasila itu dibuang saja, tak perlu dipakai lagi dan pihak lain itu ialah kaum neo kapitalismedan neo imperialisme.Tetapi, keduanya ini adalah sistemyang dianut oleh sebagian kecil dari masyarakat yang sudah mapan yang ada di dunia Barat sana.
Namun, dalam pertanyaan yang ada di dalam judul di atas kita tidak menghendaki jawabannya datang dari pihak-pihak tertentu saja melainkan pertanyaan tersebut disampaikan secara generalisir, artinya tulisan ini disampaikan kepada semua pihak dari masyarakat Indonesia.
Alasan bagi yang setuju Pancasila itu diganti karena menganggap Pancasila itu tidak relevanlagi, sudah usang. Alasan yang lain memandang Pancasila itu bukanlah ideologiyang menjanjikan. Selain itu ada pula yang mengatakan Pancasila itu suatu ideologiyang tidak jelas interpretasinya.
Itu semua membaca acuan yang ada pada Pancasila tersebut. Lain halnya dengan alasan ideologisyang memang benar-benar ingin membuang Pancasila itu karena ingin menggantinya dengan ideologiatau pahamyang mereka anut sendiri.
Lalu, pertanyaannya sekarang, mungkinkah hal itu bisa terjadi? Jawabannya, bisa saja terjadi tetapi jika terpenuhi syarat-syarat seperti yang berikut ini. Banyak rakyat yang tidak acuh lagi, Pancasila itu mau diganti atau tidak, bagi mereka masa bodoh. Diganti, mereka tidak akan melawan, tidak diganti pun tetap saja mereka tak acuh.
Syarat berikutnya ialah tidak terbendungnya suatu pressureyang menghendaki segeranya Pancasila itu diganti akibat kalahnya para fanatisme mempertahankan Pancasila. Kekuatan yang menghendaki Pancasila itu diganti merupakan suatu kekuatan yang sangat besar dan cukup ampuh.
Pressure yang dimaksud ialah suatu penjajahan baru yang dengan kekuatan yang dimilikinya mampu menguasai Indonesia dan menjajahnya. Maka disitu otomatisPancasila dan UUD 1945 pun diganti.
Tetapi, selama itu tidak terjadi maka tidak mungkin penggantian Pancasila dan UUD 1945 itu secara drastis.Hanya yang masih masuk akal ialah upaya yang pelan-pelan secara sistematismenggerogoti kewibawaan Pemerintah sambil memasukkan pula jarum-jarum fitnah kepada rakyat. Memang, nanti banyak juga rakyat yang terbuai dengan jarum fitnah tersebut.
Rakyat bukan bodoh tetapi pada saat itu banyak yang pendiriannya terombang ambing oleh assesorikehidupan sehingga jiwanya gelisah seakan-akan tidak punya pegangan lagi dan akhirnya sering kesasar ke hal-hal yang kontra produktif.Saat itu kebodohan pikiran absen, kebodohan rohanilah yang eksis. Â
Kebodohan-kebodohan rakyat yang seperti ini bisa merata dengan cepat. Mereka itu tidak mau lagi percaya kepada yang tidak realistisdan memang, Pancasila dianggap seperti itu, tidak realistis.Rakyat banyak yang basah di alam hawa nafsunya sendiri sehingga kepercayaan pada sesamanya semakin menipis.
Satu-satunya yang masih kuat dikalangan rakyat ialah kepercayaan kepada agama. Itupun agama sempat dibawa secara personal, bukan lagi secara komunal, sebagai akibat kehidupan yang terlalu individualistis.Jangan lupa kehidupan yang dipenuhi dengan kemajuan teknologicepat sekali membentuk kehidupan individualistis.
Jarum-jarum fitnah pun mudah sekali ditanamkan kepada mereka yang pendiriannya itu sudah terombang ambing dengan menggunakan resep-resepagama. Disitulah terjadi pemutar balikan agama dari yang tadinya bersifat ukhuwahkemudian dirubah menjadi sarang-sarangnya permusuhan.
Begitulah yang dilakukan oleh kaum radikaldan mereka tak peduli dengan semua kaidah dan nasehat, yang penting ialah bagaimana tujuan bisa tercapai yaitu mereka bisa berkuasa di Republik Indonesia ini dan berkibarnya panji-panji mereka itu. Rakyat mau hancur, mau tidak, itu menjadi urusan berikutnya. Â Â Â
Untuk menangkal jarum fitnah yang seperti itu maka disini perlu kita ungkapkan kembali hikmah apa yang ada dibalik peristiwa sejarah masa lalu ketika Pancasila itu digulirkan menjadi ideologiNegara dan ideologiBangsa.
Sebelum abad ke-20 perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah Belanda boleh dikatakan terjadi secara sporadisdan dalam kurun waktu yang tak sama. Maka itu penjajah Belanda mudah mematahkan perlawanan rakyat tersebut.
Sejarah perlawanan Sultan Agung dari Mataram, perlawanan Diponegoro, terjadi di Jawa dalam kurun waktu yang berbeda. Begitu pula sejarah perlawanan rakyat Aceh melawah Belanda dibawah pimpinan Teuku Umardan Cut Nya' Dhindalam kurun waktu yang berbeda dengan Perang Paderi dibawah pimpinan Imam Bonjol.
Perlawanan rakyat Batak melawan penjajah Belanda dibawah pimpinan seorang putra Batak bernama Si Singamangaraja XII juga terjadi tidak bersamaan waktunya dengan Perang Aceh dan Perang Paderi.Â
Di Sulawesi kita hanya mengenal sosok Sultan Hasanuddinsaja yang melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda pada zamannya, yang sudah jelas berbeda kurun waktunya dengan perlawanan Pattimura yang ada di Maluku. Masih banyak lagi perlawanan-perlawanan yang serupa tetapi semua itu bersifat perlawanan lokaldan dalam kurun waktu yang berbeda.
Kalau dilihat dari fakta, rakyat kita pada waktu itu cukup banyak, boleh dikatakan dalam hitungan jutaan orang sedangkan, Belanda hanya segelintir orang saja tetapi, mengapa Belanda bisa berkuasa dan tidak bisa diusir dari Tanah Air kita. Dimana letaknya kelemahan rakyat kita itu.
Belandakah yang hebat atau rakyat kitakah yang bodoh, kita tidak tahu dimana letak kesalahannya. Kalaupun dikatakan bodoh tetapi mengapa sampai bisa rakyat kita itu melakukan perlawanan seperti yang dikatakan tadi.
Kalau rakyat kita dikatakan bodoh tetapi kebodohan yang terdapat dikalangan rakyat itu bukan akibat dari kurangnya pendidikan tetapi disebabkan oleh sistemkehidupan yang terlalu feodalistis.Dalam tatanan masyarakat seperti itu rakyat terlalu tunduk dan patuh kepada Sang Raja. Kepatuhan itu dianggap merupakan kehormatan buat rakyat karena begitulah sistem feodalisme.
Kalau Rajanya berselingkuh dengan Belanda rakyatnya pun ikut selingkuh pula. Jika Rajanya melawan kepada Belanda maka rakyatnya pun turut melawan pula tanpa disadari, apa sebab dia harus melawan. Â
Pada sistemkehidupan yang feodalistisbelum muncul rasa kebangsaan, pada saat itu yang baru ada rasa kesukuan.Wajarlah kalau kemudian politik devide et imperaBelanda lebih tajam ketimbang perlawanan yang dilakukan tokoh-tokoh perlawanan masa lalu seperti yang sudah disebutkan dimuka.
Melihat faktaseperti itu tak mungkin rakyat Indonesia bisa mengusir Belanda dari Tanah Airnya sendiri selagi belum ada persatuansecara totaldari rakyat Indonesia itu sendiri dan dalam kurun waktu yang sama melakukan perlawanan serentak. Â Â
Untuk menumbuhkan persatuansecara totaltersebut syaratnya tidaklah banyak, cukup satu, yaitu harus dapat membangun rasa kebangsaan paripurnadikalangan rakyat Indonesia diseluruh wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Membangun rasa kebangsaan paripurnaitu tidaklah mudah, membutuhkan waktu hampir setengah abad lamanya. Sesudah Proklamasi pun rasa provinsialismeatau rasa kedaerahanpun masih tumbuh dengan berdirinya negara-negara boneka buatan Belanda pada waktu Perang Kemerdekaan 1946 -- 1950.
Sepertinya membangun rasa kebangsaan paripurnaitu sangat berat, apakah hal ini disebabkan kebodohan rakyat itu sendiri atau mungkin pula individualismerakyat tersebut sangat tebal. Untuk menyatakan dirinya sebagai suatu bangsa saja sangat sulit, sampai membutuhkan waktu tahunan lamanya 1900 -- 1950.
Memang, membangun manusia itu sangat sulit ketimbang membangun infrastruktursemisal gedung pencakar langit. Manusia itu memang agak "liar", mungkin karena adanya sifat individualististadi.
Untunglah dikalangan para pemimpin masa lalu tanpa mengenal lelah membangun rasa kebangsaanatau nasionalismetersebut tak henti-hentinya dan puncaknya dirasakanlah ketika kita memproklamirkankemerdekaan kita. Akan tetapi bisa saja kemerdekaan itu tidak bertahan lama karena adanya tekanan dan hasutan Belanda ketika si penjajah itu melakukan Agresi Militernya 1947 dan 1948.
Hanya satu saja sebabnya mengapa kita bisa surviveyaitu disebabkan kita sudah memiliki ideologi Pancasila dan UUD 1945 yang cukup monumentalitu. Kalau tidak ada dua ornamen bangsatersebut mungkin umur Republik kita hanya setahun atau dua tahun saja, tak lebih dari pada itu.
Sampai kinipun, sudah 72 tahun merdeka, kita masih tetap survivesebagai suatu bangsa yang merdeka dan tentunya semuanya itu karena kita masih mau berpegang teguh pada ideologi Pancasila dan UUD 1945 tersebut.
Tetapi, kini ada pula yang tidak mengakui NKRI seperti yang terjadi pada salah satu pesantren di Bogor. Memang, nenek moyangnya dahulu yang mendirikan Republik ini. Apakah mereka itu pernah merasakan pahit getirnya dalam Perang Gerilya dari tahun 1947 sampai 1949 dahulu sewaktu mempertahankan Republik ini seperti yang saya alami dahulu.
Enak saja tidak mengakui NKRI, kalau tidak mau dengan RI, sudah keluar saja dari Indonesia ini pindah ke negara lain, dirikanlah pesantrenmu itu disana. Indonesia adalah untuk Indonesia, bukan untuk pesantren meskipun saya ini beragama Islam.
Lupakah Anda, bahwa kemerdekaankita itu adalah rahmat dari Allah Tuhan Yang Maha Esa, adalah suatu nikmat terbesaryang diberikan Allah swt. Tidak mengakui kemerdekaan Indonesiaitu sama saja kita mengingkari nikmatdari Allah Swt.Dan barang siapa yang mengingkari nikmatAllah Swtmaka dia sudah jatuh pada kufur nikmat. Tunggulah murka Allah swt.! Â Â
Karena ideologi Pancasila itulah kita bisa merdeka, karena UUD 1945 itulah kita bisa merdeka, semua itu datang dari hidayahAllah Swtkepada bangsa Indonesia lalu, mengapa kita tidak mau mengakui lagi kedua ornamen bangsatersebut dan ingin menggantinya dengan yang lain.
Yang ada saja, ideologi Pancasila dan UUD 1945, belum bisa kita layani sepenuh hati kini mau diganti pula dengan yang lain. Nanti penggantinya itu pun tak dapat pula dilayani dengan sepenuh hati lalu, ganti lagi dengan yang lain. Akhirnya kita gonta-ganti ideologidan UUDsaja. Capek, deh ! Â
Bukan ideologi Pancasiladan UUD 1945 yang salah kalau kita menghadapi cukup banyak persoalan seperti yang ada sekarang ini. Semua kesalahan itu terletak pada manusia, bukan pada konsepnya.Kita sendiri yang meretakkan bangunan bangsa lalu, mengapa si "tukang" yang disalahkan. Apakah kita sudah kehilangan akal sehat tak tahulah kita.
Bagi saya yang salah itu adalah kita sendiri, mengapa ideologi Pancasiladan UUD 1945 yang mau diganti. Tahukah Anda mungkin untuk menyusun yang baru itu bisa terjadi "pertumpahan darah"karena masing-masing mempertahankan pendiriannya. Kalau sampai hal itu terjadi benar-benar kita sudah mengingkari nikmatAllah swt.
Bagaimanapun juga bagi kita tidak perlu berangan-angan ingin mengganti ideologi Pancasila dan UUD 1945 itu dengan yang lain. Saya sendiri akan menolak kalau sampai ada upaya mengganti kedua ornamen bangsaitu karena saya takut murka yang datang dari Allah swt.Â
Bagaimana Anda ? *** Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H