Mohon tunggu...
Noer Wahid
Noer Wahid Mohon Tunggu... Penulis lepas di usia senja - Wakil Ketua Persatuan Perintis Kemerdekaan Indonesia Cabang Sumut - Ketua Lembaga Pusaka Bangsa -

Seorang sepuh yang menikmati usia senja dengan aksara. E-mail ; nurwahid1940@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Setujukah Anda Jika Pancasila dan UUD Diganti?

6 Januari 2018   16:04 Diperbarui: 6 Januari 2018   16:31 8803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar (tirto.id)

Belandakah yang hebat atau rakyat kitakah yang bodoh, kita tidak tahu dimana letak kesalahannya. Kalaupun dikatakan bodoh tetapi mengapa sampai bisa rakyat kita itu melakukan perlawanan seperti yang dikatakan tadi.

Kalau rakyat kita dikatakan bodoh tetapi kebodohan yang terdapat dikalangan rakyat itu bukan akibat dari kurangnya pendidikan tetapi disebabkan oleh sistemkehidupan yang terlalu feodalistis.Dalam tatanan masyarakat seperti itu rakyat terlalu tunduk dan patuh kepada Sang Raja. Kepatuhan itu dianggap merupakan kehormatan buat rakyat karena begitulah sistem feodalisme.

Kalau Rajanya berselingkuh dengan Belanda rakyatnya pun ikut selingkuh pula. Jika Rajanya melawan kepada Belanda maka rakyatnya pun turut melawan pula tanpa disadari, apa sebab dia harus melawan.  

Pada sistemkehidupan yang feodalistisbelum muncul rasa kebangsaan, pada saat itu yang baru ada rasa kesukuan.Wajarlah kalau kemudian politik devide et imperaBelanda lebih tajam ketimbang perlawanan yang dilakukan tokoh-tokoh perlawanan masa lalu seperti yang sudah disebutkan dimuka.

Melihat faktaseperti itu tak mungkin rakyat Indonesia bisa mengusir Belanda dari Tanah Airnya sendiri selagi belum ada persatuansecara totaldari rakyat Indonesia itu sendiri dan dalam kurun waktu yang sama melakukan perlawanan serentak.   

Untuk menumbuhkan persatuansecara totaltersebut syaratnya tidaklah banyak, cukup satu, yaitu harus dapat membangun rasa kebangsaan paripurnadikalangan rakyat Indonesia diseluruh wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

Membangun rasa kebangsaan paripurnaitu tidaklah mudah, membutuhkan waktu hampir setengah abad lamanya. Sesudah Proklamasi pun rasa provinsialismeatau rasa kedaerahanpun masih tumbuh dengan berdirinya negara-negara boneka buatan Belanda pada waktu Perang Kemerdekaan 1946 -- 1950.

Sepertinya membangun rasa kebangsaan paripurnaitu sangat berat, apakah hal ini disebabkan kebodohan rakyat itu sendiri atau mungkin pula individualismerakyat tersebut sangat tebal. Untuk menyatakan dirinya sebagai suatu bangsa saja sangat sulit, sampai membutuhkan waktu tahunan lamanya 1900 -- 1950.

Memang, membangun manusia itu sangat sulit ketimbang membangun infrastruktursemisal gedung pencakar langit. Manusia itu memang agak "liar", mungkin karena adanya sifat individualististadi.

Untunglah dikalangan para pemimpin masa lalu tanpa mengenal lelah membangun rasa kebangsaanatau nasionalismetersebut tak henti-hentinya dan puncaknya dirasakanlah ketika kita memproklamirkankemerdekaan kita. Akan tetapi bisa saja kemerdekaan itu tidak bertahan lama karena adanya tekanan dan hasutan Belanda ketika si penjajah itu melakukan Agresi Militernya 1947 dan 1948.

Hanya satu saja sebabnya mengapa kita bisa surviveyaitu disebabkan kita sudah memiliki ideologi Pancasila dan UUD 1945 yang cukup monumentalitu. Kalau tidak ada dua ornamen bangsatersebut mungkin umur Republik kita hanya setahun atau dua tahun saja, tak lebih dari pada itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun