Mohon tunggu...
wahab
wahab Mohon Tunggu... Mahasiswa - Nawa saya wahab Abrori biasa di panggil wahab, tanggal lahir saya jepara 03, April 1998, alamat saya di kembanga depok sari rt 03/07 jepara, saya dari keluarga yang sedang , adan saya ingin mendapatkan beasiswa untuk meringakan beban oran tua dalam membaiayai kuliah, karena saya punya tujuan agara bisa membawa orang tua saya ke mekkah dengan adanya saya berpendidikan tinggi saya bisa mengamalkan ilmu di masyarakat dan bisa membimbing keluarga maupun orang terdekat saya menuju taffaqun fiddin

tak tampan juga tak pintar tapi mahluk tuhan kesayangan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

FTIK UNISNU

10 Juni 2021   19:20 Diperbarui: 10 Juni 2021   19:24 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama ;Wahab Abrori

Kelas ;4 Pai a7

NIM; 191310004149

KETRAMPILAN METAKOGNISI BERBASIS TEORI OF PROCESSING MEMBANGUN KEMANDIRIAN BELAJAR MAHASISWA

Dalam penelitihan ini di lakukan berdasarkan pertimbangan untuk mencoba mengembangkan alternative soludi dari masalah pembelajaran yang nyata terjadi dengan memanfaatkan perkembangan ilmu bidang Psikologi kognitif. Masalah pembelajaran yang dimaksud adalah tuntunan agar mahasiswa dapat belajar secara mandiri belum sepenuhnya tercapai. Di dalam perkuliahan, sebgaian besar mahasiswa masih bersikappasif. Apa bila materi kuliah telah disampaikan oleh dosen, jarang muncul pertanyaan dari mahasiswa, bila di Tanya mengapa mereka tidak mengajukan pertanyaan, jawabanya adalah mereka tidak tahu apa yang harus ditanyakan, apabila ditanya mereka sudah memahami. Akan tetapi sering terjadi pertanyaan tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang terlihat dari hasil ujian baik ujian tengah semester maupun akhir semester hasilnya sangat jauh dari yang di harapkan.

Berdasarkan fenomena (Bjorklund 2005)  metakognisi yang di miliki oleh mahasiswa yang masih lemah menyebabkan kurangnya memahami  atau menyadari  mengenai kondisi kognisinya, sejauh mana yang suadah saya pahami, bagian mana dari materi kuliah yang masih belum dipahami. Dengan kata lain, banyak mahasiswa tidak memaahami bahwa ia belum memahami. Karena itu tidak heran bila jarang muncul pertanyaan dari mahasiswa dalam perkuliahan, atau kurang kemauan untuk membaca dan memperdalam materi karena lemahnya kesadaran terhadap kemampuan kognisinya.

Sesuai  dengan fenomena di atas, (matlin 2005) menyatakan bahwa sebgaian besar mahasiswa memiliki ketrampilan metakomprehensi (salah satu aspek metakognisi) yang kurang akurat. Pada saat membaca, Mahasiswa  umumnya tidak mengenali adanya inkonsistensi dalam materi yang mereka baca, bahkan mereka berpikir telah memahaminya. Akan tetapi mereka sering gagal mengingat informasi yang spesifik, dan mereka mengalami over-estimasi bahwa mereka akan dapat mengerjakan ujian dengan baik.

Beberapa studi menunjukkan bahwa prediksi mahasiswa mengenai pemhamannya akan lebih akurat bila menggunakan deep processing saat membaca suatu bacaan(matlin,2005). Deep processing berasal dari pendekatan level pemerosessan yang diajukan oleh craik dan Lockhart pada tahun 1972. Pendekatan ini menyatakan bahwa pemrosesan informasi yang mendalam dan bermakna akan disimpan lebih permanen dibanding level pemrosessan yang dangkal. Level pemrosessan mendalam dapat dicapai dengan mengali lebih banyak makna dari suatu stimulus dengan cara memikirkan asosiasi-asosiasi lain, gambaran-gambaran, dan pengalaman masa lalu yang berkaitan dengan stimulus.(Zimmerman, 1989). Dengan melakukan deep processing sehingga pada akhirnya mahasiswa terbiasa untuk melatih  menggunakan metakognisinya.

Cara kedua untuk mencapai pemrosesan mendalam adalah dengan elaborasi, yaitu dengan mengali lebih banyak makna dari suatu stimulus dan kaitannya dengan konsep-konsep lain. Makna stimulus dapat digali  dengan cara memikirkan asosiasi-asosiasi lain, gambaran-gambaran, dan pengalaman masa lalu yang berkaitan dengan stimulus.(Joseph, 2010) Elaborasi juga dapat meningkatkan metakognisi sesorang karena bila belum menemukan makna dari suatu stimulus atau belum memahami kaitanya dengan konsep-konsep lain maka ia akansulit menyadari apakah sudah benar-benar memahami  atau belum memahami materi yang dipelajari. Selian pembedaan (distinctiveness) dan elaborasi, menurut pendekatan level pemrosesan, deep processing juga adapt dicapai dengan mengaitkan mataeri yang dipelajari dengan pengalaman-pengalaman seseorang, atau yang dikenal dengan self-reference effect.

PEMBAHASAN

METODE PENELITIHAN

Rancangan Penelitihan

            Penelitihan ini menggunakan model pelatihan (Tranining Processes Model) yang mencakup lima tahap, yaitu analisis kebutuhan, desain, pengembangan, Implementasi, dan evaluasi, pada setiap tahap mencankup input, proses, dan output. Output pada suatu tahap, misalnya analisis kebutuhan, merupakan input bagi tahap berikutnya yaitu tahap desain(Blanchard dan Thacker, 2004). Keseluruhan tahapan akan dilaksnakan selama dua tahun, tahap analisis kebutuhan, tahap desain, fan tahap pengembangan pada tahun pertama, sedangkan tahap implementasi dan tahap evaluasi dilaksanakan pada tahun kedua.

Tahap Analisis Kebutuhan

            Tahap analisis kebutuhan mencankup identifikasi masalah, input, proses, dan output. Identifikasi masalah dilakukan untuk mendeteksi masalah utama mahasiswa  yang terkait dengan kemandirian belajar dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Analisis dalam tahap proses dilakukan untuk mendeteksi penyebab utama dari masalah terkait kurangnya kemandirian belajar mahasiswa, apakah karena kebijakan/prosedur oraganisasi yang kurang mendukung, kurangnya fasilitas, metode pembelajaran dosen yang kurang mendorong mahasiswa untuk mandiri, atau mahasiswa yang kurang  memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk mandiri dalam belajar, Analisis prose dilakukan berdasarkan input dari analisis tugas dan analisis orang berupa performa actual mahasiswa. (Jurnal Inovasi Pendidikan, Vol.7, No.2, Oktober 2016, hlm. 139-146)

Output dari tahap ini adalah menentukan adanyakebutuhan pelatihan atau kebutuhan non-pelatihan atau dibutuhkan keduanyaa. Pelatihan dibutuhkan apabila ditemukan bahwa mahasiswa kurang memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang mendukung kemandirian belajar. Kebutuhan non-pelatiahan diperlukan apabila terdapat faktor-faktor lain selainkuranya pengetahuandan ketrampilan mahasiswa  yang turut menjadi penyebab dari lemahnya kemandirian belajar mahasiswa. Output pada tahap ini merupakaninput pada tahap berikutnya yaitu tahap desain.

Hasil dan Pembahasan

Pengembangan inventori ketrampilan metakognisi

            Inventori ketrampilan metakognisi dikembangkan dengan melakukan langkah-langkah pengembangan alat ukur psikologi mencankup pengembangan spesifikasi alat ukur, penulisan dan penelaahan pernyataan, perakitan instrument, uji coba, analisis hasil uji coba, untuk uji coba terdiri dari 68 item, 34 item mengukur pengetahuan kognisi dan 34 item mengukur regulasi kognisi. Uji coba instrument dilaukuan kepada 43 orang mahasiswa  UNISNU, bertempat di gedung L1 Unisnu pada bulan april 2019. Hasil uji coba dianalisis mengunakan teknisi analisis faktor eksploratori untuk memperoleh validitasi konstruk. Dari mhasil analisis diperoleh 27 pertanyaan valid(faktor loanding>0.5) terdari dari 11 pertanyaan mengukur pengetahuan kognisi dan 16 pertanyaan mengukur regulasi. Rehabilitasi inventori ketrampilan metakognisi di peroleh dengan menggunakan alpha cronbach, aspek pengetahuan kognisi memiliki rehabilitasi sebesar 0,778 dan aspek regulasi kognisi memiliki reliabilitas sebesar 0,770.

Hasil Analisis Organisasi

            Beberapa hal dapat disimpulkan dari hasil analisis organisasi dalam pembelajaran di universitas sudah menyediakan beragam fasilitas untuk mendorong dan mendukung berkembangnya kemampuan belajar mandiri mahasiswa. Dalam kenijakan universitas sudah cukup diimplementasikan dalam kegiatan belajar mengajar.

Hasil Analisis Orang

Ketrampilan metakognisi Mahasiswa dapat dilihat dari hasil nilai SDnya cukup besar, maka ini bearti ketrampilan metakognisi mahasiswa sangat bervariasi, ada yang tinggi ada yang rendah. Sedangkan kemandirian mahasiswa dapat dilihat dari nilai SDnya cukup besar, maka ini bearti kemandirian belajar mahasiswa memiliki kemandirian belajar yang sangat tinggi dan sebagian mahasiswa memiliki kemandirian.

Proses dan Output

             Dalam proses dilakukan analisis penyebab utama dari masalah yaitu lemahnya kemandirian belajar mahasiswa. Dari hasil analisis oraganisasi diketahui bahwa prosedur yang berlaku di universitas beserta implementasinya dan metode pemebelajaran dosen telah mendukung kemandirian mahasiswa, sedangkan fasilitas belajar tersedia saat ini belum sepenuhnya mendukung. Dari hasil analisis orang di ketahui bahwa belum semua mhasiswa memiliki ketrampilan metakognisi yang masih lemah.(Lee,dkk., 2009; Yildiz, dkk., 2009)  Bagi yang sudah memiliki ketrampilan metakognisi yang baik sekalipun, belum semua aspek dikuasai, aspek pengetahuan prosendurel, monitoring, dan evaluasi masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat ditentukan bahwa terdapat kebutuhan baik pelatihan maupun non-pelatihan. Pelatihanpeningkatkan ketrampilan metakognisi dibutuhkan karena ditemukan bahwa mahasiswa kurang memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang mendukung kemandirian belajar.

Pengembangan Pelatihan Ketrampilan Metakognisi Bagi Mahasiswa Tahap Desain

Desain pelatihan berdasarkan 9 tahap intruksi Gagne-Briggs Theory(Blanchard dan Thacker, 2004), yaitu;

  • Mengarahkan perhatian trainee pada topic pelatihan
  • Menyampaikan tujuan-tujuan pelatihan kepada trainee
  • Mendorong trainee mengingat pengetahuan yang telah dimiliki berkaitan dengan metakognisi dan kemandirian belajar
  • Menyajikan materi
  • Trainee berlatih(menunjukkan performa)
  • Memberikan feddback
  • Menilai hasil latihan
  • Mendorong retensi dan transfer/penerapan ketrampilan yang diperoleh dari pelatihan dalam perkuliahan
  • Tahap Pengembangan
  • Pada tahap pengembangan ini sangat terkait erat dengan tahap sebelumnya, yaitu tahap desain pelatihan yang mengunakan teori dari Gagne-Briggs. Tiap 9 tahap Intruksi Gagne Briggs meliputi pemilihan startegi Intruksional yang paling efektif, kemudian dikembangkan;
  • Material Instruksional
  • Perlengkapan Instruksioanal
  • Manual bagi trainee
  • Trainer
  • Fasilitas.

Kesimpulan

Hasil penelitihan tahun pertama ini menunjukanan bahwa telah diperoleh;

Instrumen ketrampilan metakognisi dengan reliabilitas Alpha Cronbach sebesar 0,770, sebanyak 27 item valid (faktor loading_>0,5)

Instrumen kemandirian belajar dengan realibilitas Alpha Cronbach sebesar 0,839, sebanyak 22 item valid(faktor loanding_>0.5)

Informasi hasil analisis kenutuhan bahwa kebijakan yang terdiri dari 3 aspek, yaitu  (1) hasil analisis organisasi menunujukan bahwa kebijakan Universitas dan metode pembelajaran dosen telah mendukung kemandirian belajar mahasiswa, sedangkan fasilitas belajar yang tersedia belum cukup memadai. Sedangkan (2) hasil analisis tugas menunjukkan bahwa faktor utama di butuhkan dalam kemandirian belajar adalah ketrampilan metakognisi. (3) Hasil analisis orang menunjukkan bahwa rata-rata ketrampilan metagkognisi cukup baik. Sebagian aspek masih kurang dimiliki oleh mahasiswa adalah pengetahuan prosedurel, monitoring, dan evaluasi.

Pada tahap output diperoleh informasi bahwa ada kenutuhan pelatihan untuk meningkatakan ketrampilan metakognisi mahasiswa, dan kebutuhan non pelatihan yaitu meningkatkan fasilitas mahasiswa.

Berdasarkan hasil analisis kebutuhan, maka disusun desain pelatihan dan pengembanganbahan pelatihan dengan menggunakan dasar 9 tahap instruksi gagne-briggs Theory.

DAFTAR PUSTAKA

Bjorlund. D.F 2005. Children's thinking; cognitive development and Individual

Differences. Fourth edition. Wadsworth/Thomson Learning.

Blancharad, P.N,, Thacker,J.W. 2004, Effective Training ; systems, strategies, and practices,

Second edition pearson Education, Inc.

Joseph, N. 2010, metacognition Needed; Teaching Middle and High School stundents to

Develop strategic Learning Skills, preventing school failure,vol 54. No 2

Lee, C.B., Teo T., Bergin, D, 2009. Children's Use of metacognition in solving Everday problems; An Intitial study from an Asia context. Autralian Education Researcher volume 36, Number 3, December 2009

Matlin, M.W. 2005. Cognition. Sixth edition. John wiley & sons, Ine

Yildiz, E,. Akpinar,. E Tatar, N., Ergin, O. 2009. Exploratory and confirmatory factor analysis of the  metacognition scale for primary school studensts educational sciences; Theory &Practice 9 (3) summer 2009, 1591-1604.

Zimmerman, B.J. 1989. A Social cognitive view of self-Regulated academic Learning. Journal of Educational psychology, 1989, vol.81, No.3,329-339

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun