Mohon tunggu...
Wachiddatun Nikmah
Wachiddatun Nikmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Dari Keresahan Menjadi Tulisan

Mahasiswa Filsafat Universitas Gadjah Mada

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Cerita Pendek "Apel Merah" oleh Aksara Akanan

4 September 2021   21:56 Diperbarui: 4 September 2021   22:03 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sial, cairan dari apel itu menciprat ke pelupuk mataku setelah aku memukulkan pisau bagian cuting edge dengan sekali hantam. Apel ini memang sangat lembek. Aku mencabik-cabik apel itu dengan gaya mencincang daging kasar.

“Apakah kau melihat itu, Tesa?” tanyaku di tengah aktivitas mencincang apel ini. “Nah kan, apel ini sudah hancur dan dia tidak menjadi tempat parasit sialan ini lagi.”

Sayup-sayup terdengar isak tangis yang tertahan, “Tesa, apakah kau menangis di dalam situ?” tanyaku menatap lemari besar yang terbuat dari kayu jati, itu terlihat sangat kokoh. “Ada apa? Kau merindukan orang tuamu, Tesa?”

Aku beranjak dari tempat dudukku, berjalan mengelilingi setiap sudut ruang makan ini. Ruangan ini sepertinya terlalu luas hanya untuk tempat makan tiga orang, apalagi sekarang hanya sisa satu orang. Langkahku terhenti di depan sebuah bingkai foto dengan tiga sosok wajah yang mengisi di sana. Terasa hangat aura keluarga ini. Namun sayang, sekarang sudah tertutup debu yang menyerbak pangkal hidungku.

Aku teringat kembali pada seseorang yang masih bersembunyi di balik pintu almari jati itu. Aku menengok ke arah sana, dan belum ada tanda-tanda pergerakan. Aku melanjutkan aktivitasku.

Tak berselang lama, aku memutuskan untuk segera menyudahi segala drama ini. Harus sudah terlalu larut malam untuk bermain. “Tesa, aku pulang dulu ya. Sudah malam, selamat istirahat,” ucapku padanya.

Tak ada suara yang menyahut dari dalam sana. Lupakan saja. Aku akan membiarkannya tenang. Aku tetap menunggu dengan setia di sana. Ucapku pada Tesa tadi hanya untuk kebohongan, agar dia tenang, dan mau keluar dari tempat persembunyiannya. Setelah itu terjadi, maka aku akan segera menyelesaikan semua penderitaan dan parasit yang mengerubungi dirinya.

Satu jam berlalu. Benar saja, pintu almari kayu itu terdengar sedikit bergetar. Aku masih sabar menunggu semuanya berjalan ke arahku. Terdengar lagi pintu yang dibuka, dan aku yakin seseorang telah keluar dari tempat persembunyiannya.

Suara langkah terseret-seret berjalan semakin dekat ke arahku. Aku masih menunggu dengan sabar. Tak butuh waktu lama, seorang gadis remaja muncul di depanku. Mata kami saling bertemu, namun dengan respon yang berbeda.

“Hai, Tesa. Sudah lelah dari tempat persembunyianmu?” sapaku dengan senyum tipis mengembang.

“Mau apa kau ke sini?” ucapnya dengan nada bergetar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun