Mohon tunggu...
Wachiddatun Nikmah
Wachiddatun Nikmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Dari Keresahan Menjadi Tulisan

Mahasiswa Filsafat Universitas Gadjah Mada

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Cerita Pendek "Apel Merah" oleh Aksara Akanan

4 September 2021   21:56 Diperbarui: 4 September 2021   22:03 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terdengar suara pintu yang ditutup dengan langkah pelan dari arah dapur. Aku memutar pelan kepalaku 45 derajat menatap arah suara itu. “Tesa ... apakah itu kamu?” tanyaku lirih. “Bersiaplah Tesa, tak lama lagi aku akan menghampirimu.”

Aku melangkahkan kakiku ke arah dapur. Bola mataku tertuju pada sebuah almari berukuran cukup besar dengan dua pintu. Salah satu pintu itu terlihat sedikit bergoyang, dan aku rasa cerita ini akan segera berakhir.

“Tesa ... aku tahu kamu di dalam sana,” ucapku sembari melangkahkan kaki pelan menuju almari itu. “Cepatlah keluar Tesa, ayo kita gantian jaga.”

Aku menyandarkan diri pada sebuah kursi meja makan, persis di depan almari. Sayup-sayup aku mendengar suara napas tersengal-sengal dari dalam sana.

“Apakah kamu masih nyaman bersembunyi di dalam ruangan sempit itu Tesa?” tanyaku sedikit berbisik. “Baiklah, jika itu mau kamu, aku akan tetap mengizinkanmu di sana.”

Aku mengambil sebuah apel merah di atas meja makan itu. Aku melebarkan pandangan mencari suatu benda yang mungkin bisa digunakan untuk memotong apel ini. Namun, aku hanya menemukan satu benda, bentuknya seperti pisau potong, tapi sayang sekali sepertinya sudah lama tidak dipakai dan terlihat noda karat di ujungnya.

“Tesa, apakah aku boleh minta apel merahmu ini satu?”

Tak ada jawaban. Kata orang, jika seseorang hanya diam maka itu artinya setuju. Aku menggigit apel itu. “Ah sial,” gumamku. Tak seperti permukaannya yang begitu renyah saat digigit, dagingnya terasa lembek dengan warna coklat pudar yang menjijikkan.

“Sepertinya kamu ingin mengerjaiku ‘kan, Tesa?” aku berbisik tepat di depan pintu almari. “Apel ini busuk.” Aku meletakkan apel merah itu di atas meja tepat di hadapanku. Tangan kananku meraih pisau potong dengan karat di ujungnya yang baru saja kutemukan tadi.

“Apakah kamu tahu, Tesa? Bahwa kita tak seharusnya membiarkan sesuatu yang sudah tak segar lagi. Lihatlah apel merah ini, ia sudah layu, dan akhirnya hanya menimbulkan parasit.” Aku menghentikan kalimatku sejenak, pandanganku terfokus pada apel yang sudah tak utuh itu.

“Biarkan aku memperlihatkan kepadamu Tesa, bagaimana kita bisa membebaskan apel ini dari parasit yang menyerangnya.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun