Mohon tunggu...
Wachid Hamdan
Wachid Hamdan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sejarah, Kadang Gemar Berimajinasi

Hanya orang biasa yang menekuni dan menikmati hidup dengan santai. Hobi menulis dan bermain musik. Menulis adalah melepaskan lelah dan penat, bermusik adalah pemanis saat menulis kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senyum-Senyum Malaikat

15 April 2023   18:38 Diperbarui: 15 April 2023   18:40 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasa bahagia membuncah di hatiku. Dengan segera, kuserahkan semua barang kepada petugas kasir. Saat penghitungan, waktu serasa lama sekali. Senyuman dan tawa ceria Dina sudah terbayang di pelupuk mata.

"Mohon maaf, Pak! Ini uang palsu," ujar petugas kasir, mengembalikan uangku.

"Bagaimana bisa mbak? Jangan mengada-ada"! Bantahku tidak terima.

Mendapati keributan kecil di kasir, satpam pun datang. Rasa tidak percaya, tidak terima, dan lemas berputardi otak. Masih jelas dibenaku . Sosok Gadis cantik bagai malaikat, ternyata tega mempermainkan orang kecil sepertiku. Dengan kasar, si satpam menyeretku seperti pesakitan. Tatapan menghina terus menyorot hingga di depan pintu keluar.

"Kalau ndak punya uang jangan belanja pak. Menyusahkan saja. Ngemis itu ya lihat-lihat tempat!" sarkasnya.

***

Suasana di teras rumah kecilku terasa hangat. Senyum tidak lepas dari wajah Dina. Tidak terkecuali istriku. Wajah berseri juga menghiasi gurat cantiknya . Orkestra hewan malam seolah ikut berbahagia. Nyanyiankatak, jangkrik, dan burung hantu meramaikan langit malam.

"Terima kasih pak. Aku senang sama seragam dan buku barunya, Hore!" Seru Dina.

Ya Allah. Menatap sinar cemerlang di malaikat yang Engkau titipkan, sukses menghapus penat di pundakku. Rajutan impian banyak diucapkan Dina. Tidak terasa, mataku mengabur. Bulir bening terasa penuh di sudut mata. Namun tidak mau merusak suasana, segera kutengadahkan wajah, seolah sedang menatap rembulan.

"Semoga Dina menjadi anak pintar. Ayah dan Ibu selalu diberi keberkahan umur" celoteh Dina.

"Aamiiin" kompak aku dan istri menyahut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun