Rasa bahagia membuncah di hatiku. Dengan segera, kuserahkan semua barang kepada petugas kasir. Saat penghitungan, waktu serasa lama sekali. Senyuman dan tawa ceria Dina sudah terbayang di pelupuk mata.
"Mohon maaf, Pak! Ini uang palsu," ujar petugas kasir, mengembalikan uangku.
"Bagaimana bisa mbak? Jangan mengada-ada"! Bantahku tidak terima.
Mendapati keributan kecil di kasir, satpam pun datang. Rasa tidak percaya, tidak terima, dan lemas berputardi otak. Masih jelas dibenaku . Sosok Gadis cantik bagai malaikat, ternyata tega mempermainkan orang kecil sepertiku. Dengan kasar, si satpam menyeretku seperti pesakitan. Tatapan menghina terus menyorot hingga di depan pintu keluar.
"Kalau ndak punya uang jangan belanja pak. Menyusahkan saja. Ngemis itu ya lihat-lihat tempat!" sarkasnya.
***
Suasana di teras rumah kecilku terasa hangat. Senyum tidak lepas dari wajah Dina. Tidak terkecuali istriku. Wajah berseri juga menghiasi gurat cantiknya . Orkestra hewan malam seolah ikut berbahagia. Nyanyiankatak, jangkrik, dan burung hantu meramaikan langit malam.
"Terima kasih pak. Aku senang sama seragam dan buku barunya, Hore!" Seru Dina.
Ya Allah. Menatap sinar cemerlang di malaikat yang Engkau titipkan, sukses menghapus penat di pundakku. Rajutan impian banyak diucapkan Dina. Tidak terasa, mataku mengabur. Bulir bening terasa penuh di sudut mata. Namun tidak mau merusak suasana, segera kutengadahkan wajah, seolah sedang menatap rembulan.
"Semoga Dina menjadi anak pintar. Ayah dan Ibu selalu diberi keberkahan umur" celoteh Dina.
"Aamiiin" kompak aku dan istri menyahut.