Pelaksanaan Bank Tanah di AS semula dilaksanakan oleh badan khusus dari pemerintah (public authority) di lingkup negara bagian (state). Seiring kebutuhan masyarakat mengenai pengelolaan aset tanah dengan sistem perbankan tanah, maka kemudian dibentuk Bank Tanah lokal, seperti di kota metropolitan dan pemerintahan lokal (county).
Bank Tanah di tingkat lokal ini dibentuk oleh pemerintah setempat dengan melibatkan sektor swasta (Alexander, 2008).
Selanjutnya, Alexander (2015) menyebutkan bahwa generasi pertama Bank Tanah di AS terfokus pada objek tanah yang ditelantarkan, pajak tanah yang tertunggak (tax-delinquent), dan tanah tidak produktif.
Berdasarkan penelitian Kevin O'Brien dkk (2005), setidaknya terdapat beberapa faktor yang dapat menunjang keberhasilan Bank Tanah. Di antaranya: memiliki fokus yang sempit dalam tujuan dan sasaran pemanfaatan kembali tanah-tanah yang dihimpun; koordinasi secara intens antar kementerian/lembaga (k/l) dan kerjasama dengan mitra eksternal; adanya entitas pengelola independen untuk mengelola pengelolaan dan pendistribusian tanah yang lebih terkontrol.Â
Visi Bank Tanah juga harus terintegritas dengan rencana pengembangan tata ruang wilayah. Selain itu, dalam perspektif kebijakan publik, adanya landasan hukum yang kuat juga menjadi unsur penting dalam mengefektifkan praktik Bank Tanah.
Kedua, Belanda. Milicevic (2014) menyatakan bahwa di negara-negara Eropa, Bank Tanah diistilahkan sebagai pendanaan lahan (land funds). Pemanfaatan Bank Tanah bertujuan untuk menunjang sektor pertanian.Â
Bank Tanah memiliki fungsi pencadangan, pengelolaan, dan pendistribusian tanah untuk sejumlah kepentingan. Di antaranya: konsolidasi lahan, pembentukan dan pengawasan pasar lahan (land market); pegelolaan lahan (land management); implementasi proyek pengembangan perdesaan dan perkotaan; serta proyek infrastruktur.
Sejumlah Catatan Implementasi Bank Tanah di Indonesia
Dalam penelitian Al Zahra (2017), pembentukan Bank Tanah di Indonesia akan mampu mengisi kekosongan peran lembaga yang menyimpan cadangan tanah dan mendistribusikannya untuk berbagai keperluan. Adanya Bank Tanah juga akan mendorong efisiensi pemanfaatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Daerah (APBD) karena dapat mengendalikan pasar tanah.Â
Selain itu, juga mampu mengurangi konflik pembebasan lahan dengan menjamin ketersediaan tanah yang tidak lagi diganggu oleh permainan para spekulan tanah. Dalam hal ini, pemerintah menjalankan fungsinya dalam mengamankan tanah.
Melihat praktik keberhasilan Bank Tanah di sejumlah negara, Indonesia masih perlu berbenah dalam menyiapkan ekosistem Bank Tanah. Perencanaan yang ada saat ini perlu ditinjau. Sejumlah rekomendasi berikut dapat diprioritaskan.