Mohon tunggu...
Vunny Wijaya
Vunny Wijaya Mohon Tunggu... Human Resources - Analis/Pemerhati Kebijakan Publik - Peneliti Sosial

Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia'17 I ISS Sungkyunkwan University, Korea Selatan'18 I Sosiologi Pembangunan Universitas Negeri Jakarta'09

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pro-Kontra Bank Tanah di Indonesia, Mencermati Praktiknya di Amerika dan Belanda

31 Januari 2023   07:00 Diperbarui: 31 Januari 2023   20:32 2373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tahun 2021, terjadi 207 konflik di 32 provinsi yang tersebar di 507 desa/kota, dengan korban terdampak sebanyak 198.895 KK. Selanjutnya, pada tahun 2022, terjadi 212 konflik di 459 desa. Namun, ada juga konflik  di wilayah perkotaan. 

Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika (2023) menyampaikan bahwa tren konflik agraria cenderung terus meningkat. Jumlah masyarakat terdampak juga naik drastis kurang lebih 50 persen dibandingkan pada tahun 2021, yaitu sebanyak 346 ribu keluarga.

Pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 113 Tahun 2021 tentang Struktur dan Penyelenggaraan Badan Bank Tanah, mendirikan Badan khusus, yaitu Bank Tanah, sebagai salah satu alternatif menekan dan menyelesaikan konflik yang terjadi.

Menurut Dewi, ide bank tanah sebetulnya sudah salah kaprah sejak awal, karena prinsipnya tanah adalah barang komoditas, pembentukan Bank Tanah merupakan pelanggaran konstitusional. 

Dewi melanjutkan bahwa penyediaan tanah kerap disebut sebagai hal yang menghambat pembangunan dan menghambat investasi. Padahal, realita di lapangan jutstru sebaliknya, pemerintah memberikan keistimewaan berlimpah pada investor. Monopoli tanah oleh swasta dan klaim sepihak oleh negara menjadi dasar ketimpangan kepemilikan lahan. 

Adanya fenomena perkotaan seperti urban sprawling, yaitu perkembangan kota yang meluas ke daerah-daerah pinggiran kota, juga menjadi tantangan tersendiri dalam percepatan penanganan konflik pertanahan di Indonesia. 

Dalam tulisan berjudul "Pengelolaan Aset Bank Tanah Untuk Mewujudkan Ekonomi Berkeadilan", Hadi Arnowo (2021), menyebutkan bahwa peran pemerintah dalam pengaturan tanah sangat minim, sehingga selalu tertinggal dalam hal penyediaan tanah untuk pembangunan. 

Sedangkan peran lain tidak dilakukan oleh pemerintah, yaitu sebagai pengatur ketersediaan tanah (land manager). Sementara,  pihak pengembang telah terlebih dahulu melakukan penguasaan tanah berskala besar untuk kawasan perumahan (real estate) dan kawasan industri (industrial estate).

Praktik Bank Tanah di Amerika Serikat dan Belanda

Praktik Bank Tanah telah dilakukan oleh banyak negara, di antaranya Amerika Serikat (AS) dan Belanda.

Pertama, AS. Tappendorf dan Denin (2011) mengungkapkan bahwa praktik Bank Tanah di AS berupa konsep perbankan tanah (land banking), yaitu dengan mengelola tanah-tanah yang ditelantarkan atau diserahkan pemiliknya untuk dikelola, sehingga dapat meningkatkan nilai tanah. Pengelola Bank Tanah umumnya oleh badan khusus yang dibentuk oleh negara bagian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun