Dua-duanya menimbulkan penilaian yang berbeda. Yang satu, saya yakin menimbulkan penilaian yang positif dan kekaguman akan kesederhanaan seorang kepala negara yang sejatinya harus terlindungi dengan menggunakan alat transport yang bersifat private dan juga untuk alasan kepraktisan.Â
Karena seorang kepala negara pasti waktunya sudah terjadwal 24 jam. Sementara yang satunya lagi, malah menimbulkan pertanyaan, apakah peggunaan jet pribadi itu ada hubungannya dengan grativikasi terkait sesuatu yang sudah diberikan atau diharapkan akan diberikan. Penggunaan jet pribadi oleh Kaesang ini menimbulkan polemik pada beberapa tokoh politik.Â
Ada yang bilang, tidak dapat dicurigai karena Kaesang  bukan penyelenggara negara, tetapi ada juga yang berpendapat bahwa hal itu tidak dapat diabaikan begitu saja, karena grativikasi terhadap penyelenggara negara dapat diberikan melalui orang-orang di sekitarnya.
Terlepas dari itu semua, bisa jadi penggunaan fasilitas jet pribadi untuk kepentingan pribadi (karena bukan penyelenggara negara) menjadi sorotan karena itu bukanlah sebuah tindakan yang menunjukan kesederhanaan.Â
Memang itu urusan pribadi kalau toh dia mampu membayar biayanya, kenapa tidak?! Tetapi setidaknya berusahalah untuk tidak "pamer".Â
Dalam opini saya, sederhana bukan tentang pembatasan harus begini dan begitu, tetapi juga cukup menyimpan sesuatu untuk diri sendiri saja.Â
Punya kesempatan naik pesawat private jet ke Amerika atau ke tempat lain, cukup disimpan untuk diri sendiri saja. Tidak usah pamer.Â
Pamernya bisa nanti saja kalau hal itu sudah menjadi sesuatu yang umum dan tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang "wah". Dulu, orang punya mobil dianggap orang kaya dan dapat menarik perhatian orang lain terutama yang tidak mampu.Â
Parkir sembarangan pun mungkin membuat orang segan untuk menegur. Sekarang? Punya mobil gak punya parkiran, nyusahin orang lain yang sama-sama pengguna area publik!Â
Mungkin sekian puluh tahun lagi, pesawat jet pribadi sudah menjadi sesuatu yang biasa saja bagi kebanyakan orang Indonesia sehingga mau pamer pun tidak banyak orang yang peduli.
Mengapa Paus berani menggunakan mobil "biasa-biasa" saja, duduk di sebelah supir, dan tidak sungkan membuka jendela mobil untuk menyapa masyarakat yang berdiri di pinggiran jalan ingin melihat beliau secara langsung?