Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Teknologi dalam Pemilihan Umum

31 Maret 2022   20:37 Diperbarui: 1 April 2022   05:34 1018
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kotak suara (sumber: ANTARA FOTO/MUHAMMAD IQBAL via KOMPAS.com)

Diawali dengan pendataan penduduk Indonesia oleh Badan Pusat Statistik yang sudah bisa online, saya kira seharusnya penyelenggaraan pemilu pun dapat dibuat lebih canggih, walau biayanya belum tentu lebih murah daripada versi pemilu sebelumnya. Namun setidaknya prosesnya dapat dibuat lebih cepat dan lebih akurat. Bisa jadi akan mahal pada awalnya, namun secara keseluruhan pasti lebih murah.

Jika Pemilu sebelumnya, kertas suara yang terlalu lebar agak sedikit menyulitkan para pemilih, dan juga panitia harus membuka setiap kertas suara satu per satu untuk menghitung manual. Tentunya, itu akan makan waktu cukup lama. Apalagi Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas dengan ribuan kecamatan yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

Terlebih ketika harus menginput seluruh data kedalam database secara manual. Berapa banyak tenaga yang dibutuhkan untuk itu dan berapa besar tingkat kesalahannya (human error), juga berapa lama waktu yang dibutuhkan.

Alih-alih menyederhanakan kertas suara, apakah tidak sebaiknya dipikirkan cara untuk memangkas pekerjaan-pekerjaan tertentu dengan memanfaatkan teknologi? Mungkin hal itu juga akan berdampak pada penyederhanaan surat suara.

Misal, penghitungan suara yang langsung dicatat kedalam database ketika seseorang melakukan pemilihan secara pribadi. Bagaimana idenya?

Mungkin setiap calon dan partai politik dibuatkan kartu dengan kode unique (tidak ada yang sama), berupa barcode atau QR Code, sehingga pemilih hanya tinggal menempelkan kartu-kartu yang dipilih pada scanner, dan setiap barcode atau QR Code yang terbaca akan menambah satu suara sesuai kodenya.

Dengan demikian diakhir pemilihan, hanya tinggal membacakan jumlah suara masing-masing calon dan partai politik. Sementara kartu-kartu suara tetap disimpan sebagai bukti untuk verivikasi. 

Tentu saja tidak akan semudah yang ditulis atau yang dibayangkan. Mesti ada alat yang sudah diprogram untuk membaca  barcode atau QR Code dan mencatatnya kedalam database.

Proses pembacaan barcode dan pencatatan kedalam database dapat bersifat lokal, yang artinya tidak saling terhubung seluruh Indonesia  selama masih di tingkat kelurahan atau kecamatan. Tidak juga terhubung ke Internet, demi keamanan.

Baru kemudian bisa dihubungkan data dari seluruh Indonesia ditingkat Provinsi. Dengan demikian tidak perlu lagi ada banyak relawan yang melakukan penginputan data dan juga mengurangi kesalahan input.

Database di tingkat kelurahan dan kecamatan dapat dikirim ketingkat provinsi, dengan cara mengirimkan file database untuk disatukan dengan seluruh wilayah Indonesia. Tentunya tetap dapat dikenali data masing-masing provinsi, masing-masing kecamatan, dan masing-masing kelurahan. 

Selanjutnya harus ada analytic system yang membaca, mengkalkulasi, dan kemudian menampilkan dalam bentuk dashboard, grafik, dsj, secara real time dan kemudian dipublikasikan kepada masyarakat.

Dengan demikian, proses perhitungan tidak lagi secara manual. Contoh hasil analytic system dalam pemilihan umum: Data yang Berbicara dan Bergerak 

Kertas-kertas pemilihan dengan barcode diperiksa sebelum pemilu berlangsung. Jangan sampai, mentang-mentang barcode tidak dapat dibaca secara aksara manusia, maka ada penyimpangan dimana semua gambar dan nama sudah benar, tetapi ternyata barcodenya hanya menunjuk ke satu nama, sehingga siapapun yang dipilih, suaranya akan masuk ke kantong suara calon yang itu-itu lagi.

Padahal, pada dasarnya penggunaan barcode itu sudah paling akurat. Barcode mewakili kode-kode unique masing-masing calon, jadi jika ada nama yang sama, tidak mungkin salah masuk kantong suara. 

Dan datanya pun tidak perlu diinput ulang ke komputer, karena dapat diprogram untuk langsung masuk ke database.

Demikian pula dengan semua proses yang dibuat untuk mengolah data, harus sudah teruji dengan benar dengan cara menguji berbagai skenario yang mungkin.

Tidak lupa juga masalah keamanan sistem, yaitu keamanan jaringan, keamanan data dalam database, hak akses yang hanya diberikan untuk dipakai oleh aplikasi untuk membaca dan memproses data.

Jangan sampai, ketika hari H, ada hacker yang berhasil mengutak-atik data, atau ada orang  dalam yang mengganti data tanpa ijin, atau prosesnya ternyata ada yang salah, dst.

Proses pembuatan kartu-kartu suara pun perlu diamankan, dan mungkin alat pembacanya diprogram secara khusus agar dapat mengenali yang mana kartu palsu mana kartu asli.

Selain itu yang tidak kalah penting adalah sosialisasi cara memilih. Bukan tidak mungkin karena ketidak tahuan cara memberikan suara, seorang pemilih malah jadi golput. Sistemnya harus dibuat sesederhana mungkin agar mudah dimengerti oleh semua golongan masyarakat.

Berikut contoh beberapa negara yang sudah mencoba e-voting (Pengumpulan suara secara elektronik) dan I-voting (pengumpulan suara melalui Internet).

USA adalah salah satu negara yang pernah menggunakan barcode dan QR Code dalam proses pemilu (election) mereka.

Mereka menggunakan hand-marked ballot yang kira-kira seperti kertas ujian masuk perguruan tinggi yang menggunakan bentuk oval yang diarsir menggunakan pensil 2B.

Selain itu mereka juga menggunakan barcode yang langsung dicetak oleh mesin ketika pemilih memilih melalui mesin pengumpulan suara.

Namun demikian, Colorado menjadi negara bagian pertama yang menolak pencetakan barcode oleh mesin sebagai bukti pemilihan langsung pada mesin pengumpulan suara. Alasan mereka adalah masalah keamanan data.

Menurut mereka bukti yang paling dapat dipercaya adalah bukti dokumen manual, bukan yang dicetak oleh komputer.

Sedangkan UK, untuk pertama kalinya di tahun 2014 memperkenalkan QR Code dalam pemungutan suara mereka.

Demikian pula dengan Delhi (India), juga untuk pertama kalinya mereka menggunakan QR code dalam pemungutan suara.

Bagaimana QR Code dapat membantu percepatan proses penghitungan suara dan meningkatkan akurasi data?

1. Autentifikasi calon pemilih

Hal ini untuk mengurangi kemungkinan kecurangan seorang pemilih memilih lebih dari satu kali. Fungsinya disini lebih kepada absensi elektronik

2. E-Voting

Dengan QR Code, seorang pemilih dapat memilih dengan cara scan QR Code sesuai ketentuan dan kemudian memilih secara elektronik.

Setelah itu, dia dapat mencetak hasil votenya. Ini dinamakan e-voting

3. Ballot System

Seorang pemilih memasukan kartu Indentitasnya kedalam mesin dan mesin akan mencocokan data yang terbaca dengan daftar pemilih.

Jika terdaftar dan diketahui belum melakukan pemilihan, maka akan muncul menu untuk e-voting atau pengumpulan suara secara elektronik.

Setelah itu mesin akan mencetak bukti pemungutan suara dengan barcode tercetak yang mewakili kode calon yang dipilih sebelumya pada mesin.

Australia sudah mencoba e-voting khusus untuk kelompok warga negara yang buta atau mengalami kurang penglihatan (low vision). Metodenya adalah lewat telepon, yang disebut "telephone voting service".

Secara umum, ternyata masih banyak kekhawatiran pada keamanan dan kecanggihan teknologi jika diterapkan pada pemungutan suara skala besar seperti pemilu atau election ini.

Memang untuk menerapkan teknologi tidak bisa tergesa-gesa. Butuh waktu untuk menguji ketangguhan sistemnya.

Akan lebih baik jika diterapkan step by step sambil meningkatkan system yang sudah ada agar menjadi lebih baik.  

Selain masalah keamanan, Indonesia, negara kepulauan yang sangat luas namun pembangunan masih belum merata meski sudah banyak peningkatan, ada kemungkinan memang agak sulit untuk memberlakukan e-voting atau I-voting secara menyeluruh.

Namun tetap ada harapan bahwa dengan penerapan teknologi yang ditingkatkan dari waktu ke waktu baik dari segi performance dan keamanan, setidaknya waktu penghitungan kertas suara dapat semakin cepat dan informatif dari waktu ke waktu.

Referensi:1, 2, 3

(VRGultom)

*) Mengutip sebagian atau seluruh isi artikel dan mempublikasikannya di media lain selain kompasiana.com adalah pelanggaran hak cipta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun