Â
"Flexibility is key to keeping the workforce engaged while ensuring that workers feel secure in their jobs."--- Barack Obama
"Fleksibilitas adalah kunci untuk menjaga keterlibatan tenaga kerja sambil memastikan bahwa pekerja merasa aman dalam pekerjaan mereka."--- Barack Obama
UU Cipta Kerja atau Omnibus Law telah menjadi perbincangan hangat di Indonesia. Di satu sisi, UU ini ingin menciptakan iklim investasi yang ramah dan membuka lapangan kerja sebanyak mungkin. Namun di sisi lain, banyak pihak mengkhawatirkan bahwa UU ini akan mengorbankan hak-hak pekerja. Di tengah ketegangan ini, penting bagi kita untuk melihat contoh dari negara-negara yang telah berhasil menyeimbangkan kebutuhan investasi dan perlindungan pekerja---sebuah inspirasi yang mungkin dapat kita adopsi dalam konteks Indonesia.
Dalam artikel ini, kita akan menelusuri praktik ketenagakerjaan dari Singapura, Jerman, Kanada, dan Australia. Keempat negara ini menawarkan model regulasi yang tidak hanya mendukung pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjaga kesejahteraan pekerja. Harapannya, dengan belajar dari mereka, kita dapat menemukan jalan tengah untuk mewujudkan regulasi ketenagakerjaan yang seimbang di Indonesia.
1. Singapura: Fleksibilitas Tinggi dengan Perlindungan Efektif
Ekonomi yang Terbuka dan Fleksibel
Singapura dikenal sebagai negara yang sangat terbuka dan bersahabat bagi investor. Dalam laporan World Bank's Doing Business Report 2020, Singapura menduduki peringkat kedua dunia dalam kemudahan berbisnis. Kebijakan ketenagakerjaannya yang fleksibel juga menarik bagi perusahaan multinasional yang mencari basis di Asia Tenggara.
Sistem Ketenagakerjaan Fleksibel
Singapura menerapkan undang-undang ketenagakerjaan yang memberi perlindungan dasar bagi pekerja, seperti jaminan keselamatan kerja dan hak cuti. Namun, pada saat yang sama, regulasi di Singapura cukup fleksibel untuk memudahkan perusahaan menyesuaikan tenaga kerja sesuai kebutuhan bisnis mereka. Sistem ini memungkinkan perusahaan untuk mempekerjakan pekerja secara fleksibel tanpa mengorbankan hak-hak dasar pekerja.
Upah dan Program Workfare
Singapura tidak memiliki upah minimum nasional. Namun, upah diatur secara adil melalui skema berbasis kebutuhan hidup. Selain itu, Singapura memiliki program Workfare yang ditujukan bagi pekerja berpenghasilan rendah. Program ini berfungsi untuk memastikan bahwa setiap pekerja dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka, meskipun bekerja di sektor berpenghasilan rendah.
2. Jerman: Mengutamakan Dialog Sosial dan Perlindungan di Masa Krisis
Model Ketenagakerjaan Kurzarbeit
Jerman punya kebijakan ketenagakerjaan unik bernama Kurzarbeit atau kerja singkat. Dalam situasi krisis, seperti pandemi COVID-19, perusahaan diizinkan mengurangi jam kerja, tetapi tetap memberikan dukungan finansial pada pekerja. Negara memberikan subsidi atas gaji yang berkurang, sehingga perusahaan tidak perlu memberhentikan karyawan secara besar-besaran.
Tradisi Dialog Sosial
Salah satu pilar kekuatan ketenagakerjaan Jerman adalah dialog sosial yang solid antara pemerintah, serikat pekerja, dan pengusaha. Dewan Ekonomi dan Sosial Jerman menjadi wadah untuk mendiskusikan isu-isu ketenagakerjaan, sehingga keputusan yang diambil bisa memperhatikan kepentingan semua pihak.
Perlindungan Pekerja yang Tinggi
Jerman juga memiliki tingkat perlindungan pekerjaan yang tinggi, seperti ketentuan untuk PHKÂ yang adil, gaji pesangon, dan jaminan sosial. Ini membuat pekerja merasa lebih aman dan tetap produktif meskipun menghadapi ketidakpastian.
3. Kanada: Transparansi dan Dukungan untuk Inovasi
Regulasi Ketenagakerjaan yang Transparan
Sistem hukum ketenagakerjaan di Kanada mendukung transparansi dan keadilan. Menurut World Economic Forum (WEF) 2020, Kanada menempati peringkat ke-12 dalam indeks daya saing global. Hukum ketenagakerjaan yang adil dan transparan menarik bagi perusahaan, sekaligus memastikan bahwa pekerja memiliki akses ke perlindungan dasar.
Investasi dalam Pengembangan Keterampilan
Kanada memberikan perhatian besar pada pengembangan keterampilan melalui program pelatihan seperti Canada Job Grant. Program ini menyediakan dana untuk pelatihan keterampilan bagi pekerja, sehingga mereka lebih siap menghadapi perubahan dan persaingan di pasar kerja. Dukungan untuk inovasi juga menjadi kunci daya tarik Kanada sebagai negara yang kompetitif dalam ekonomi global.
Sistem Perlindungan Sosial yang Komprehensif
Kanada memiliki sistem perlindungan sosial yang luas, termasuk asuransi pengangguran dan cuti sakit berbayar. Hal ini memberikan jaring pengaman bagi pekerja dalam menghadapi situasi yang tak terduga, seperti kehilangan pekerjaan atau sakit.
4. Australia: Upah Minimum dan Kesejahteraan Pekerja
Sistem Fair Work untuk Fleksibilitas dan Perlindungan
Australia memiliki undang-undang ketenagakerjaan yang dikenal sebagai Fair Work. Sistem ini memberikan perlindungan bagi pekerja, sambil tetap fleksibel untuk memenuhi kebutuhan pengusaha. Fair Work memastikan pekerja mendapat hak dasar seperti cuti dan jaminan keselamatan kerja.
Sistem Upah Minimum yang Kuat
Australia memiliki upah minimum yang diatur oleh Fair Work Commission. Pada 2021, upah minimum nasional Australia mencapai AUD 20,33 per jam. Sistem ini tidak hanya mencegah eksploitasi pekerja, tetapi juga memastikan bahwa semua pekerja dapat menikmati kehidupan yang layak.
Kesejahteraan Pekerja yang Terjaga
Menurut laporan OECD, Australia memiliki sistem kesejahteraan pekerja yang baik, termasuk program kesehatan mental dan fisik bagi pekerja. Ini menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan produktif, yang pada akhirnya berdampak positif pada kinerja perusahaan.
Kesimpulan: Mewujudkan Regulasi Ketenagakerjaan yang Seimbang di Indonesia
Belajar dari keempat negara ini, ada beberapa hal yang dapat menjadi pertimbangan bagi Indonesia dalam merumuskan kebijakan ketenagakerjaan yang lebih seimbang:
Fleksibilitas dengan Perlindungan Dasar: Singapura dan Australia menunjukkan bahwa fleksibilitas bagi pengusaha tetap bisa berjalan beriringan dengan perlindungan dasar bagi pekerja.
Dialog Sosial yang Kuat: Jerman memberi contoh pentingnya dialog sosial antara pemerintah, serikat pekerja, dan pengusaha. Hal ini bisa membantu menghindari konflik dalam proses implementasi kebijakan.
Investasi pada Keterampilan dan Inovasi: Kanada menunjukkan pentingnya pengembangan keterampilan agar pekerja mampu bersaing di pasar yang terus berubah. Indonesia dapat mempertimbangkan program pelatihan keterampilan untuk mempersiapkan tenaga kerja menghadapi kebutuhan industri.
Perlindungan Sosial yang Memadai: Sistem perlindungan sosial yang baik, seperti yang dimiliki Kanada dan Australia, bisa menjadi jaring pengaman bagi pekerja saat menghadapi ketidakpastian.
Merumuskan kebijakan ketenagakerjaan yang seimbang memang bukan perkara mudah. Namun, melalui dialog konstruktif dan pembelajaran dari negara-negara yang telah lebih dulu berhasil, Indonesia memiliki kesempatan untuk menciptakan UU Cipta Kerja yang tidak hanya mendorong investasi, tetapi juga melindungi dan memberdayakan tenaga kerja. Dengan begitu, kita dapat membangun masa depan ketenagakerjaan yang lebih inklusif dan berkelanjutan bagi semua pihak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H